Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Risiko Melahirkan pada Ibu yang Usia Lanjut

Risiko Melahirkan pada Ibu yang Usia Lanjut


Risiko Melahirkan pada Ibu yang Usia Lanjut

Risiko kehamilan yang mungkin terjadi saat terjadi kehamilan usia ibu mencapai 40 tahun atau lebih. Terdapat risiko pada ibu dan risiko pada bayi. Sel telur itu kan sudah ada di dalam organ reproduksi sejak wanita dilahirkan.
Namun, setiap bulan sel telur itu dilepaskan satu per satu karena sudah matang. Berarti, sel telur yang tersimpan selama hampir 40 tahun ini usianya juga sudah cukup tua. Karena, selama itu sel telur mungkin terkena paparan radiasi.
Di usia ini, wanita akan lebih sulit mendapatkan keturunan karena tingkat kesuburan yang sudah menurun. Sebuah riset yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan, sekitar 50 persen wanita usia 40-an mengalami kesulitan dalam memperoleh keturunan.
Banyak di antara kita beranggapan bahwa masa subur dan siap hamil itu ideal di usia 30-an, dan mulai menurun jika usia sudah masuk kepala 4. Kabar baiknya, sejumlah peneliti di Amerika mengungkapkan bahwa kemungkinan untuk hamil dan punya bayi di atas usia 40 tahun, masih sangat mungkin.
Fertilitas atau masa subur menurun setelah usia 35 tahun. Di usia 40 tahun, kehamilan tanpa bantuan teknologi hanya berkisar 10 persen, setelah 45 turun di angka 1 persen. Namun perkembangan teknologi makin pesat dan membuat kemungkinannya jadi lebih meningkat. Angka kelahiran di New York berkisar antara 28 persen setelah usia 40, 18 persen di usia 42, dan menurut Dr Grifo kurang dari dua persen ketika berusia di atas 44 tahun.

Resiko Kelahiran usia 40 Tahun
Resiko Pada Bayi.
  • Kehamilan di atas usia 40 itu berisiko melahirkan bayi yang cacat. Kecacatan yang paling umum adalah down syndrome (kelemahan motorik, IQ rendah) atau  bisa juga cacat fisik.
  • Adanya kelainan kromosom dipercaya sebagai risiko kehamilan di usia 40 tahun. Pertambahan usia dapat menyebabkan terjadinya kelainan terutama pada pembelahan kromosom. Pembelahan kromosom abnormal menyebabkan adanya peristiwa gagal berpisah yang menimbulkan kelainan pada individu yang dilahirkan. Terjadinya kelahiran anak dengan sindroma down, kembar siam, autism sering disangkut pautkan dengan masalah kelainan kromosom yang diakibatkan oleh usia ibu yang sudah terlalu tua untuk hamil. Akan tetapi hal inipun masih berada di dalam penelitian lanjut mengenai kebenarannya.
  • Seiring bertambah usia maka resiko kelahiran bayi dengan down syndrome cukup tinggi yakni 1:50. Hal ini berbeda pada kehamilan di usia 20-30 tahun dengan rasio 1:1500.
  • Selain itu, bayi yang lahir dari kelompok tertua lebih cenderung untuk memiliki cacat lahir dan harus dirawat di unit perawatan intensif neonatal.
  • Kebanyakan akan mengalami penurunan stamina. Karena itu disarankan untuk melakukan persalinan secara operasi caesar. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan namun mengingat  untuk melahirkan normal membutuhkan tenaga yang kuat.
  • Pada ibu hamil dengan usia 40 tahun ke atas kebanyakan tidak kuat untuk mengejan karena nafas yang pendek. Akibatnya bayi bisa mengalami stres karena saat proses persalinan pembukaan mulut rahim akan terasa sulit. Kebanyakan kasus kehamilan di usia 40 tahun ke atas akan mengalami kesulitan saat melahirkan secara normal. Apalagi untuk ibu hamil yang hipertensi, maka sangat dianjurkan untuk melakukan persalinan dengan operasi caesar. Untuk menyelamatkan ibu dan juga bayi
Risiko pada ibu.
  • Memasuki usia 35, wanita sudah harus berhati-hati ketika hamil karena kesehatan reproduksi wanita pada usia ini menurun. Kondisi ini akan makin menurun ketika memasuki usia 40 tahun.
  • Risiko makin bertambah karena pada usia 40 tahun, penyakit-penyakit degeneratif (seperti tekanan darah tinggi, diabetes) mulai muncul. Selain bisa menyebabkan kematian pada ibu, bayi yang dilahirkan juga bisa cacat.
  • Kehamilan di usia ini sangat rentan terhadap kemungkinan komplikasi seperti, placenta previa, pre-eklampsia, dan diabetes.
  • Risiko keguguran juga akan meningkat hingga 50 persen saat wanita menginjak usia 42 tahun. Terjadi perdarahan dan penyulit kelahiran. Elastisitas jaringan akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Di usia semakin lanjut, maka sering terjadi penipisan dinding pembuluh darah meskipun kasus tidak terlalu banyak dijumpai, namun masalah pada kualitas dinding pembuluh darah khususnya yang terdapat di dinding rahim, dengan adanya pembesaran ruang rahim akibat adanya pertumbuhan janin dapat menyebabkan perdarahan
  • Hamil di usia 40 merupakan kehamilan dengan resiko komplikasi yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, perempuan yang hamil di akhir usia 30-an dan 40-an lebih beresiko mengalami hipertensi saat kehamilan (preeclampsia), kehamilan di luar rahim (kehamilan etopik), mengalami keguguran.
  • Kualitas sel telur yang lemah menyebabkan penempelan janin pada dinding rahim lemah sehingga sering menimbulkan perdarahan.
  • Terjadi pre eklampsia. Pre eklampsia atau perdarahan yang disebabkan oleh adanya tekanan darah yang tinggi melebihi batas normal sering menjadi penyebab kematian ibu yang melahirkan. Pre eklampsia banyak dikaitkan dengan usia ibu yang terlalu tua untuk hamil.
  • Kesulitan melahirkan. Proses melahirkan butuh energi yang ekstra. Tanpa adanya tenaga yang kuat, maka ibu dapat sulit mengejan sehingga justru berbahaya bagi bayi yang dilahirkan. Semakin tua usia ibu dikhawatirkan tenaga sudah relatif menurun, meskipun tidak dapat disamaratakan antara individu satu dengan lainnya.
  • Di saat melahirkan, pembukaan mulut rahim mungkin akan terasa sulit sehingga bayi bisa mengalami stres. Oleh karena itu, proses melahirkan pada ibu yang berusia 40 tahun pada umumnya dilakukan secara Caesar
  • Penelitian terhadap  36.916 ibu yang baru kali pertama melahirkan di salah satu rumah sakit Irlandia antara tahun 2000 dan 2011. Para peneliti kemudian membandingkan proses melahirkan antara ibu yang masih muda dan yang lebih tua.  Dalam studi ini sekitar 3 persen kelompok termuda atau calon ibu yang menjadi responden masih berusia 17 tahun dan lebih muda; kelompok menengah sebanyak 78 persen merupakan ibu berusia di antara 20 dan 34 tahun; dan kelompok tertua berusia 40 tahun atau di atasnya.  Hasilnya, secara keseluruhan sekitar 6 persen dari kelompok menengah melahirkan sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu. Sementara kelahiran prematur pada kelompok termuda terjadi sebanyak 10 persen. Pasalnya, kehamilan dianggap normal jika berlangsung selama 37-42 minggu.  Untuk operasi caesar, para peneliti menemukan bahwa kelompok termuda paling sedikit melakukan operasi caesar, yaitu hanya 11 persen. Sementara sekitar 54 persen operasi caesar dilakukan oleh kelompok tertua. Dan 24 persennya dilakukan oleh kelompok menengah.
Pencegahan
  • Rajin menjaga kebugaran tubuh, Anda tak perlu terlalu khawatir. Karena, Anda tetap bisa melahirkan secara normal. Anda dan bayi pun akan sehat-sehat saja.
  • Berkonsultasi kepada dokter mengenai asupan gizi yang perlu bagi kesehatan kehamilan. Jangan lupakan menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumi makanan sehat bernutrisi yang dibutuhkan untuk ibu hamil dan janin dalam perut.
  • Karena adanya sejumlah risiko komplikasi ini, Anda yang berusia 35 tahun ke atas cukup besar kemungkinannya untuk melahirkan secara Caesar.
  • Sejumlah risiko di atas tetap dapat diminimalkan dengan berkonsultasi secara intensif dengan dokter kandungan.
  • Ibu hamil dengan usia beresiko lebih sering melakukan pemeriksaan dan konsultasi. Segeralah melakuan screening atau tes untuk mencegah atau mengurangi resiko yang membahayakan ibu dan anak. Pemeriksaan yang bisa dilakukan seperti, USG, Triple Test dengan mengambil sample darah, Nuchal Translucency yang mengukur ketebalan belakang leher janin, dan Amniocentesis yaitu pengambilan cairan ketuban dari dalam rahim, yang selanjutnya dikirim ke laboratorium genetik untuk dilihat adakah kelebihan atau kelainan kromosom.
  • Disarankan untuk mengonsumi minuman suplemen asam folat dan rajin mengunjungi dokter spesialis kandungan.
  • Melakukan olahraga low impact juga bisa dilakukan untuk melatih stamina selama menjalani kehamilan
Di pertengahan usia 30 tahunan bahkan lebih dari usia 40 tahun. Kehamilan pada usia advanced, memerlukan penanganan ekstra baik untuk persiapan ibu maupun bayinya.
Kehamilan ideal di usia 25 tahun hingga sebelum berusia 35 tahun. Menurut dokter spesialis kandungan Didi Danukusumo, penyulit yang mungkin terjadi pada kehamilan setelah usia 35 tahun selain menurunnya kesuburan, juga ancaman pada ibunya dan hasil kehamilan (bayi).
Pada ibunya, risiko hipertensi pada kehamilan, diabetes karena hamil, persalinan dengan tindakan seksio sesarea (caesar), sampai kematian. Sementara terhadap hasil kehamilan terjadi peningkatan risiko keguguran, kelainan janin akibat kelainan kromosom, dan kematian hasil konsepsi\lahir mati. Untuk mengurangi risiko tersebut diperlukan skrining. Terutama di trismester pertama (11-14 minggu).
Dengan pemeriksaan darah dan USG. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, bisa diambil cairan ketuban jika ditemukan diagnosis kelainan kromosom dan biopsi plasenta. Menurut dokter spesialis kebidanan Nurwansyah, jika ditemukan kelainan kromosom seperti down syndrome, thalessemia, sudah tidak bisa dilakukan terapi.
Banyak wanita yang mempertanyakan mengapa hamil di usia 30-an atau 40-an dianggap memiliki resiko tinggi. Di atas usia 35 tahun, memang ada beberapa resiko yang meningkat baik untuk sang ibu (seperti tekanan darah tinggi dan pre-eklampsia) dan juga untuk sang bayi (seperti resiko Down Syndrome) meningkat tiap tahunnya. Tapi, tanpa mengabaikan resiko-resiko tersebut, wanita yang berusia di atas 35 tahun juga bisa kok menjalani kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sempurna.
Jika Anda seorang wanita berusia di atas 35 tahun dan sedang hamil, dokter Anda biasanya memperlakukan Anda dengan ekstra hati-hati. Anda akan diminta untuk check up kehamilan lebih sering, dan lebih diwajibkan untuk menjalani serangkaian tes, konseling genetik dan skrining kendala-kendala yang mungkin terjadi pada wanita hamil usia 30-an. Pilihan proses melahirkan juga biasanya lebih terbatas. Anda kemungkinan tidak akan disarankan untuk melahirkan di bidan atau rumah bersalin kecil, karena resiko melahirkan Anda lebih besar sehingga Anda akan diminta untuk melahirkan di rumah sakit besar atau rumah bersalin besar. Namun, dengan melakukan perawatan prenatal yang baik, Anda bisa mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan usia persalinan secara signifikan.
Kabar baiknya adalah, kebanyakan wanita yang hamil di usia 40-an ternyata berhasil menjalani kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sehat pula. Dan wanita hamil pada usia 40-an biasanya lebih berhati-hati terhadap kehamilannya dibandingkan wanita yang lebih muda. Mereka akan lebih mencari dan menyerap informasi dengan baik tentang kondisi-kondisi dan resiko-resiko yang mungkin terjadi pada kehamilan mereka. Mereka biasanya lebih sering bertanya tentang perkembangan janin mereka. Mereka juga lebih mementingkan perawatan pre-natal dan biasanya mempersiapkan diri mereka lebih baik sebelum hamil, jika kehamilan tersebut memang direncanakan. Karena itu para ilmuwan sekarang mempercayai bahwa resiko ibu hamil di usia yang lebih tua tidak meningkat secara tajam hanya karena faktor usia saja.



Masalah-masalah utama
Ada beberapa masalah yang sering ditemukan dokter pada wanita hamil dengan usia di atas 35 tahun, seperti diabetes gestational (diabetes yang muncul pada saat kehamilan), tekanan darah tinggi dan juga masalah-masalah pada janin. Wanita hamil dengan usia yang lebih tua juga akan lebih sering mengalami masalah pada kandung kemih dibandingkan wanita hamil dengan usia yang lebih muda. Resiko-resiko lainnya adalah resiko keguguran lebih besar, lebih banyak yang melahirkan melalui operasi Caesar karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal, dan juga memiliki resiko lebih tinggi melahirkan bayi cacat.

Saat berusia akhir 30-an, wanita cenderung mengalami kondisi-kondisi medis berkaitan dengan sistem reproduksi, seperti fibroid uterine dan tumor otot. Fibroid uterine adalah pertumbuhan sel otot atau jaringan lain di dinding uterus, membentuk tumor. Fibroid uterine dan tumor otot bisa menimbulkan rasa nyeri atau perdarahan vagina saat kehamilan berkembang. Jika wanita tersebut hamil di atas usia 40 tahun, tingkat keparahannya bahkan lebih berat lagi. Problem-problem tadi bisa bertambah dengan adanya hemoroid (wasir), inkontinensi (kesulitan menahan keluarnya urin), varises, problem-problem pembuluh darah, nyeri otot, nyeri punggung, dan juga proses melahirkan yang lebih sulit dan lebih panjang.

Selain resiko melahirkan bayi dengan Sindroma Down, resiko keguguran dan melahirkan dengan operasi Caesar, wanita hamil berusia di atas 35 tahunan juga memiliki resiko bayi meninggal saat dalam rahim atau saat proses melahirkan. Walaupun resiko ini ada di setiap usia kehamilan, namun pada wanita dengan usia 35 tahun ke atas, resiko ini lebih besar, yaitu 7 dari 1000 kehamilan.

Konseling Genetik
Wanita yang hamil dengan usia di atas 35 tahun biasanya juga akan diminta untuk melakukan konseling genetik, atau konseling ini bisa juga dilakukan oleh dokter kandungan. Ada 3 wilayah yang menjadi fokus pada saat melakukan konseling genetik, yaitu sejarah/riwayat reproduksi pasien, riwayat kesehatan keluarga, serta consanguinity, yaitu kondisi genetika yang disebabkan perkawinan antar-saudara.
 Riwayat reproduksi meliputi apakah pasien pernah hamil, pernah mengalami keuguguran, atau pernah mengalami kematian janin di dalam rahim atau saat proses melahirkan. Selain itu penggunaan metode KB, lama waktu penggunaan KB, dan apakah pasien pernah terpapar zat-zat berbahaya misalnya karena lingkungan pekerjaan juga menjadi informasi yang penting dalam konseling.

Riwayat kesehatan keluarga pasien juga penting untuk menentukan apakah kehamilan yang sedang dijalani termasuk kehamilan ber-resiko tinggi atau tidak. Informasi ini mencakup tentang status kesehatan pasien dan pasangan, para saudara kandung pasien dan pasangan, jika ada yang sudah meninggal juga akan ditanyakan penyebab dan usia saat meninggal serta apakah ada yang meninggal sehubungan dengan proses kelahiran (saat melahirkan atau saat dilahirkan). Riwayat kesehatan keluarga akan membantu dokter mengidentifikasi abnormalitas yang telah muncul di keluarga pasien dan membantu memprediksi kemungkinannya untuk muncul pada pasien.

Jika pasien dan pasangan masih tergolong saudara, hal ini juga penting untuk diinfokan pada dokter/konselor, karena jika pasangan suami istri adalah sepupu langsung, mereka memiliki 1/16 gen yang sama. Artinya kemungkinan terjadi kelainan-kelainan genetika pada anak yang akan dilahirkan lebih tinggi dibanding jika mereka menikah dengan orang yang tidak dalam satu kerabat. Beberapa orang Afrika dan etnis Mediterania juga memiliki kecenderungan untuk menurunkan penyakit Anemia sickle cell pada turunannya.
Yang penting untuk diperhatikan adalah, konselor atau dokter tidak akan memberikan keputusan pada pasien dan pasangannya berkenaan dengan hasil konseling. Mereka hanya akan menyediakan informasi-informasi yang dibutuhkan sang pasien tentang kehamilan dan janinnya, dan keputusan bahwa apakah kehamilan tersebut akan diteruskan atau digugurkan (jika prediksi terhadap resiko-resiko yang mungkin dialami terlalu tinggi) diserahkan sepenuhnya pada calon orang tua.

Prenatal Testing
Prenatal Testing atau pengujian-pengujian pada saat kehamilan yang dilakukan pada kehamilan beresiko tinggi tidak dapat mendeteksi semua abnormalitas yang mungkin terjadi. Namun abnormalitas kromosom bisa dideteksi pada saat perkembangan janin melalui serangkaian tes seperti amniocentesis, ultrasound, sampling chorionic villus dan fetoscopy. Hasil dari serangkaian pengujian ini akan memberi pilihan bagi pasangan untuk melanjutkan kehamilan atau menggugurkan janin yang dikandung jika ternyata terdeteksi adanya kelainan. Hasil tes-tes ini juga akan menjadi panduan bagi dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu pada saat kehamilan, kelahiran, dan membantu sang orang tua untuk memberi saran-saran tentang tumbuh-kembang sang buah hati.
Kehamilan di usia di atas 35 tahun kedengarannya memang menyeramkan, tapi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kebanyakan wanita yang hamil di atas usia 35 tahun berhasil menjalankan kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sempurna. Memang benar bahwa resiko akan bertambah sejalan dengan meningkatnya usia calon ibu saat hamil, namun dengan persiapan yang lebih matang, informasi yang lebih lengkap, serta bantuan tenaga kesehatan yang lebih sigap dan informatif terhadap kondisi kehamilan beresiko tinggi akan membantu sang calon ibu untuk bisa tetap percaya diri, sehat, dan semangat saat menjalani kehamilannya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)