Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Variabel-Variabel yang Memengaruhi Keseimbangan Normal Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa



Variabel-Variabel yang Memengaruhi Keseimbangan Normal Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa



Untuk mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa di dalam tubuh. Sistem cairan, elektrolit, dan asam basa bukan berada dalam keadaan statis atau dalam kesatuan fisiologis yang tunggal. Banyak variabel yang dapat mengubah atau memengaruhi distribusi cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Variabel utama yang memengaruhi keseimbangan normal cairan, elektrolit, dan asam basa adlah usia, ukuran tubuh, temperatur lingkungan, dan gaya hidup.
1.      Usia. Usia memengaruhi distribusi cairan tubuh dan elektrolit. Perubahan cairan dan elektrolit terjadi secara normal sering dengan perubahan perkembangan seseorang. Total proposi air dalam tubuh bayi lebih besar dari pada total proposi air dalam tubuh anak usia sekolah, remaja, atau orang dewasa. Pada kenyataannya, bayi memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kekurangan volume cairan atau ketidak seimbangan hiperosmolar karena per kilogram berat tubuhnya akan kehilangan air yang lebih besar secara proporsional seperti sebagai berikut.
a.       Anak-anak. Ketika anak-anak terserang penyakit, respons pangaturan dan kompensasi mereka terhadap ketidak seimbangan menjadi kurang stabil dan dalam perubahan yang besar. Sering kali respons anak-anak terhadap penyakit adalah menjadi demam sehingga dapat meningkatkan kecepatan kehilangan air yang tidak dirasakan.
b.      Remaja. Peningkatan kecepatan pertumbuhan pada remaja akan meningkatkan proses metabolik dan akibatnya sejumlah air akan dihasilkan sebagai produk akhir metabolisme. Perubahan keseimbangan cairan pada remaja perempuan lebih besar karena adanya perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
c.       Lansia. Risiko klien lansia untuk mengalami ketidak seimbangan cairan dan elektrolit mungkin berhubungan dekat dengan penurunan fungsi ginjal dan ketik mampuan untuk mengonsentrasikan urine. Selain itu, jumlah total air tubuh menurun seiring dengan peningkatan usia. Faktor risisko lain yang terutama memengaruhi seiring dengan peningkatan usia adalah penggunaan obat-obat diuretik.
2.      Ukuran tubuh. Ukuran dan komposisi tubuh berpengaruh pada jumlah total air dalam tubuh. Lemak tidak mengandung air karena itu klien yang gemuk memiliki proporsi air tubuh yang lebih sedikit. Wanita memiliki lebih banyak cadangan lemak di dalam payudara dan paha mereka dari pada pria. Akibatnya, jumlah total air tubuh pada wanita lebih kecil dari pada pria walaupun usia mereka sama.
3.      Temperatur lingkungan. Tubuh berespons terhadap temperatur lingkungan yang berlebihan dalam bentuk perubahan cairan. Berkeringat akan meningkatkan kehilangan cairan tubuh yang menyebabkan kehilangan ion-ion natrium dan klorida. Apabila temperatur di sekitar kita meningkat sampai dia atas 32,20 atau jika di atas 38,30, keringat akan banyak keluar. Hal ini bertujuan untuk mendinginkan darah perifer untuk mengurangi suhu tubuh. Oleh karena volume kerimgat yang keluar bervariasi dari 0-1.000ml/jam atau bahkan lebih, dehidrasi dapat terjadi tanpa danya penggantian cairan yang adekut. Namun, normalnya mekanisme rasa haus akan menstimulasi penggantian tersebut.
4.      Gaya hidup. Gaya hidup memberikan pengaruh tidak langsung pada keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa antara lain sebaagai berikut.
a.       Diet. Asupan diet cairan, garam, kalsium, magnesium, dan karbohidrat yang penting lemak, serta protein membantu tubuh mempertahankan status cairan, elektrolit, dan asam basa. Ketika asupan nutrisi tidak adekuat, tubuh berupaya untuk mempertahankan cadangan protein dengan memecah cadangan glikogen dan lemak.
b.      Strest. Strest meningkatkan kadar aldosteron dan glukokortikoid, menyebabkan retensi natrium dan garam. Selain itu, peningkatan sekresi ADH akan menurunkan haluaran urine. Efek respons strest adalah meningkatkan volume cairan. Akibatnya, curah jantung, tekanan darah, dan perfusi ke organ-organ utama meningkat.
c.       Olahraga. Olahraga menyebabkan peningkatan kehilangan air kasat mata melalui keringat. Klien yang melakukan olahraga dapat berespon terhadap mekanisme rasa haus dan membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan meningkatkan asupan cairan. Atlet yang melakukan olahraga berat secara terus-menerus harus mengganti kehilangan cairannya dengan cairan yang mengandung elektrolit.
Dehidrasi berat merupakan suatu keadaan yakni seseorang mengalami kehilangan cairan sebanyak 4-6 liter atau 10% BB tubuh. Ketidak seimbangan osmolar (dehidrasi) terjadi jika ada kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proposional, terutama natrium. Hal ini menyebabkan kadar natrium serum dan osmolaritas (konsentrasi) serta dehidrasi intrasel meningkat. Ketika terjadi hipernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air sebanyak mungkin melalui reabsorpsi dalam ginjal. Tekanan osmotik intertisial meningkat dan cairan berpindah dari sel kedalam cairan ekstrasel sehingga menyebabkan sel-sel menyusut dan mengganggu sebagai besar proses fisiologis seluler. Dehidrasi yang terjadi karena insufisiensi asupan H2O. Defisit H2O bebas dapat merangsang sekresi vasopresin dan rasa haus. Dengan demikian, timbul keadaan yang menyebabkan pengeluaran urine untuk mengganti H2O tubuh. Rangsangan untuk sekresi vasopresin dan rasa haus datang dari reseptor hipotalamus yang terletak dakat dengan sel penghasil vasopresin dan rasa haus. Reabsorpsi H2O di tubulus distal dan saluran pengumpul meningkat sehingga pengeluaran urine berkurang dan H2O ditahan. Satu stimulus yang mendorong rasa haus tetapi tidak menyebabkan sekresi vasopresin adalah efek langsung kekeringan pada mulut seperti mulut dan mukosa pada rongga mulut. Ujung-ujung saraf di mulut secara langsung dirangsang oleh kekeringan, yang menyebabkan rasa haus kuat yang sering dapat diatasi hanya dengan membasahi mulut walaupun sebenarnya tidak terjadi ingesti H2O. Pada kasus dehidrasi berat, klien ditandai dengan mata yang cekung dan kering, kesadaran menurun, mulut sangat kering, sulit/tidak bisa minum, jika kulit dicubit kembalinya lama.   

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)