Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI, SUMBER INFORMASI DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA




HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI, SUMBER INFORMASI DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang diawali dengan pubertas serta terjadi perubahan, baik dari segi fisik sosial, maupun emosional, yang diawali oleh datangnya haid (perempuan) dan mimpi basah (laki-laki) menentukan titik awal masa remaja tidaklah mudah.[1]
Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10-24 tahun terdapat sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk Indonesia.  Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15-24 jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk Indonesia.[2]
Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial secara cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Kesehatan remaja sebagian besar ditentukan oleh perilaku mereka. Hal terpenting dan kompleks menyangkut perilaku kesehatan remaja adalah masalah seksual. Perilaku ingin mencoba hal yang baru jika didorong oleh rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan pranikah dengan segala akibatnya. [3]
Demikian juga dilaporkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dilaporkan 63 persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah ironisnya 21 persen di antaranya dilaporkan melakukan aborsi. Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar, angka itu sempat berada pada kisaran 47,54 persen. Namun, hasil survei terakhir 2008 meningkat menjadi 63 persen.[4]
Survey Kesehatan Remaja Indonesia[5], menyebutkan bahwa 66% remaja putri usia sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) tidak lagi perawan. Data ini berdasar hasil Survei Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang dilakukan secara nasional.Itu artinya remaja zaman sekarang rentan terhadap seks bebas akibat kurang kontrolnya terhadap perkembangan teknologi informasi yang menyebar secara luas dan adanya kelonggaran dari orang tuanya.
Di Jawa Barat tahun 2007 berdasarkan survey kecil yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu menemukan bahwa 42% dari 117 remaja yang berusia
13-20 tahun pernah berhubungan seks dan separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam satu sampai tiga bulan terakhir karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.[6]
Akibat perilaku seks remaja/seks pranikah pada remaja antara lain Terjadinya KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan) hingga tindakan aborsi, terjangkitnya penyakit menular seksual, resiko terkena kanker serviks dan HIV/AIDS, juga dampak psikologis seperti rasa bersalah, marah, sedih, menyesal, malu bahkan depresi. [7]
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Simanjorang (2011), diberbagai kota besar Indonesia sekitar 20 hingga 30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan. Lebih lanjut Simanjorang menjelaskan, tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Tingginya angka kematian ibu tidak lepas dari masih tingginya kehamilan yang tidak diinginkan yaitu mencapai 16,8 %. Di sisi lain masih banyak ditemukan kehamilan yang tidak ideal seperti :  terlalu banyak anak, terlalu tua, dan terlalu dekat jarak kehamilan, yang sangat membahayakan bagi ibu atau lebih dikenal dengan 4T ada sebesar 22,4% dengan rincian terlalu muda (<18 tahun) sebesar 4,1 %, hamil terlalu tua (>34 tahun) sebesar 3,8 %, jarak terlalu dekat (<2 tahun) sebesar 5,2 % dan terlalu banyak (>4 kali) sebesar 9,4 %.[8]
Kehamilan pada remaja wanita berusia 14 tahun ke bawah memiliki resiko komplikasi medis lebih besar daripada wanita dengan usia lebih dewasa. Selain itu alat reproduksinya juga belum siap sepenuhnya. Masalah-masalah ini dapat mengakibatkan kesulitan sewaktu melahirkan bayi. Hal ini dapat menyebabkan eklampsia (kejang saat melahirkan), fistula obstetric, kematian bayi maupun kematian ibu dan melahirkan secara caesar. Untuk itu peran seorang tenaga kesehatan khususnya peran bidan sangat penting dalam upaya pencegahan terhadap seks pranikah.[9]
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja diantaranya berasal dari keluarga, sekolah/ pendidikan formal serta adat kebiasaan, pergaulan di masyarakat. Remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu, mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film, atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara sembunyi sembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang terjalinnya komunikasi yang bersifat dialogis antar remaja dengan orang dewasa, baik orangtua maupun guru, mengenai masalah seksual, dimana kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari.[10]
Remaja sering memperoleh informasi tentang banyak hal dari media massa baik cetak maupun elektronik maka cenderung memberi perhatian terhadap hal-hal yang dinilainya dapat meningkatkan harga diri atau jati diri tanpa adanya penyaringan kemudian mengadopsinya tanpa menilai sesuai dengan nilai, norma agama ataupun budaya yang berlaku di lingkungannya. Kecenderungan pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi remaja dalam survei indikator Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) selama 4 tahun terakhir belum terlihat adanya peningkatan. Pemberian informasi kesehatan reproduksi bagi remaja, dirasakan sangat penting agar remaja dapat tahu tenang kesehatan remaja dengan benar, semakin awal pemberian informasi kepada remaja diharapkan akan semakin berdampak positif kepada kehidupan reproduksi mereka dikemudian hari.[11]
Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007,  pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih relative rendah. Untuk usis 15-24 tahun pengetahuan laki-laki hanya 46,1 % dan pengetahuan perempuan hanya sekitar 43,1%.[12] Menurut Baseline survey diketahui hanya 55% remaja yang mengetahui proses kehamilan dengan benar, 42% mengetahui tentang HIV/AIDS dan hanya 24% mengetahui tentang PMS, minimnya informasi remaja tersebut menimbulkan berbagai persoalan dikalangan remaja, mulaidari soal narkoba dan HIV/AIDS, sampai hubungan seks pranikah.
Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila guru dan orangtua tidak memahami cara berpikir remaja maka akan timbul perilaku menyimpang.[13] Perkembangan remaja tergantung pada pola asuh dan lingkungan dimana remaja itu tinggal.[14] Pola asuh orang tua sangat menentukan terhadap perilaku remaja karena masa remaja membutuhkan perhatian yang khusus. Dimana masa remaja inilah merupakan masa pencarian identitas diri.
Pola asuh sebagai sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya meliputi cara orang tua meberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara menunjukan otoritasnya dan cara memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Meliputi bukan hanya kebutuhan fisik (seperti makan dan minum) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman dan kasih sayang) tetapi juga mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.[15]
Ada beberapa macam pola asuh orang tua yang diterapkan kepada anaknya menurut Baumrind (1972)[16] yaitu otoriter, demokratis, Permissive dan Uninvolved/neglectful. Pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang kaku dan penghukum, Pola asuh demokratis yaitu pola asuh orangtua yang ketat menentukan batasan yang jelas serta memberikan alasan dan penjelasan kepada anak, pola asuh Permissive yaitu pola asuh orang tua yang memberikan anak mereka perasaan santai atau arahan yang tidak konsisten dan tidak menuntut, pola asuh Uninvolved/neglectful yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula pusing-pusing dengan kehidupan anaknya.
Peran orang tua dan sekolah amat penting sebab remaja belum siap untuk bermasyarakat. Bimbingan guru dan orang tua amat dibutuhkan agar remaja tidak salah arah, karena di masyarakat amat banyak pengaruh negatif yang bisa menyengsarakan masa depan remaja. [17]
Berdasarkan penelitian dari Novita Citra Dwi (2014) dengan judul hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Negeri 38 Jakarta, hasil penelitian hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Negeri 38 Jakarta diketahui bahwa dari 90 responden yang melakukan perilaku seksual pranikah pada remaja, pada pola asuh orang tua tidak baik dengan perilaku buruk sebanyak 58 responden (64.44 %), dan pada pola asuh orang tua baik dengan perilaku buruk sebanyak 32 responden (35.55%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0.027 (p<0,05), maka dapat disimpulakan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual pranikahpada remaja di SMA Negeri 38 Jakarta Selatan tahun 2014.[18]
Berdasarkan hasil penelitian Ririn Darmasih (2009) dengan judul faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja SMA di Surakarta pada faktor sumber informasi ternyata Sumber informasi berhubungan dengan perilaku seks pranikah remaja (pvalue= 0,022 < 0,05). Sumber informasi remaja SMA di Surakarta yang diperoleh tentang perilaku seks pranikah sebanyak 73 orang (64,0%), dalam kategori sedikit (kurang dari atau sama dengan 7) dari sumber-sumber yang ada seperti internet, TV, HP, VCD, video porno, teman, radio, poster, koran, buku bacaan, majalah, dan brosur. Sedangkan sumber informasi yang diperoleh remaja yaitu 41 orang (36,0%), dalam kategori banyak yaitu (lebih dari 7) dari sumber-sumber yang ada seperti internet, TV, HP, VCD, video porno, teman, radio, poster, koran, buku bacaan, majalah, dan brosur yang dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja. Berdasarkan hasil yang diperoleh remaja SMA di Surakarta menonton video porno sebanyak (88,6%), remaja memperoleh informasi tersebut lebih banyak dari handpone dan internet. Biasanya mereka menonton bersama teman-temannya di sekolah dan di luar rumah. Sumber informasi yang diperoleh remaja lebih banyak diperoleh dari luar seperti internet, teman dan media dari pada orang tuanya.[19]
Bidan sebagai salah satu bagian dari petugas kesehatan sangat berperan penting. Salah satu peran bidan yang diterapkan adalah perannya sebagai edukator atau pendidik dengan memberikan penjelasan tentang kesehatan reproduksi serta bekerja sama dengan pihak sekolah sehingga remaja bisa berdiskusi dan tidak akan mencari tahu dari sumber yang tidak bertanggung jawab, memberikan KIE tentang bahaya seks pranikah karena semakin majunya teknologi dan kemudahan mengakses internet, serta kurangnya kontrol dari orang tua, memudahkan remaja untuk mengakses situs-situs porno sehingga dapat mendorong naluri remaja untuk melakukan seks secara bebas dan tidak bertanggung jawab. Bidan harus memberikan KIE kepada remaja tentang bahaya dari seks pranikah yang mungkin memang belum dipahami oleh remaja.[20]
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian  dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi, Sumber Informasi Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX”.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat dan pola asuh orang tua tentu saja bertujuan untuk lebih memahami  dampak dari perilaku seksual pranikah baik secara fisik sampai dampak sosial, sehingga dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai perilaku seks pranikah sebelum melakukan lebih jauh.
Dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan kepada 5 siswa 5 siswi di SMPN XXX. 4 siswa dan 3 siswi diantaranya sudah melakukan hal yang tidak wajar dilakukan oleh usia anak sekolah seperti berpegangan tangan, sampai mencium pipi itu merupakan tahap-tahap seks pranikah. Dan 3 siswa 1 siswi tersebuti mendapatkan informasi tentang seks berasal dari internet, 1 siswi  1 siswa dari telvisi dan 1 siswi dari temen sebayanya, dilihat dari segi pola asuh orang tua yang diterapkan orang tua terhadap 4 siswa 3 siswi tersebut adalah pola asuh yang bersifat menetapkan aturan-aturan yang jelas namun tetap mempertimbangkan keputusan yang terbaik untuk anaknya. Dan 1 siswa 2 siswi lainnya belum menunjukan pada tahap-tahap perilaku seks pranikah dan sebagian besar masih kurang pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi yaitu sebanyak 3 orang siswa dan 3 orang siswi.

1.3  Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi, Sumber Informasi Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX?

1.4  Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reprosuksi, Sumber Informasi dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX tahun XXX.
1.4.2  Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya pada penelitian ini adalah :
1.      Mengetahui Gambaran Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi, Sumber Informasi, Pola Asuh Orang Tua dan Perilaku Seks Pranikah Remaja SMPN XXX Kabupaten XXX Tahun XXX.
2.      Mengetahui Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi, Sumber Informasi dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja SMPN XXX Kabupaten XXX Tahun XXX

1.5  Manfaat Penelitian
1.5.1        Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk menguji teori dan menunjukan hubungan antara variabel serta memberikan deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya.
1.5.2        Manfaat Metodologi
Penelitian ini tidak menghasilkan konsep metodologi baru, karena penelitian ini hanya di fokuskan pada pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sumber informasi dan pola asuh orang tua terhadap perilaku seks pranikah pada remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX tahun XXX.
1.5.3        Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan informasi terhadap pentingnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sumber informasi dan pola asuh orang tua terhadap perilaku seks pranikah pada remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX Tahun XXX.

1.6  Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sumber informasi dan pola asuh orang tua terhadap perilaku seks pranikah pada remaja di SMPN 3 Campaka. Alasan peneliti memilih lokasi di SMPN XXX Kabupaten XXX karena terdapat 4 kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Waktu pelaksanaan penelitian diselenggarakan pada bulan November tahun XXX.  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendektan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX yang berjumlah 443 remaja pada tahun XXX dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian remaja di SMPN XXX Kabupaten XXX tahun XXX. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah  teknik sampling purposive. Setelah dilakukan teknik sampling purposive, selanjutnya untuk mengetahui ukuran sampel yang dibutuhkan dari masing-masing kelas maka dilakukan teknik Proporsional stratified random sampling, jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 208 responden. Variabel yang diteliti antara lain variabel independen (pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sumber informasi dan pola asuh orang tua) dan variabel dependen (perilaku seks pranikah). Data yang digunakan adalah data primer (pengisian kuesioner oleh responden).



[1] Irianti, dkk . Psikologi  Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC, 2010.
[2] Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika: Jakarta Selatan, 2012
[3] Ibid Kumalasari, 2012.
[4] http://www.bkkbn.go.id diakses tanggal 18 April 2015
[5] http://situs.remaja dan seksual.co.id diakses tanggal 18 April 2015
[6] Depkes RI. Pengertian remaja, 2012 (http://www.depkes.go.id)
[7] Ibid Kusmiran, 2012.
[8] Ibid BKKBN.
[9] Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto, 2010
[10] Ibid Kusmiran, 2012.
[11] Ibid BKKBN,
[12] Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007
[13] Mansur Herawati. Psikologi ibu dan anak untuk kebidanan. Jakarta: Salemba Medika, 2012
[14] Ibid Kusmiran, 2012.
[15] Ibid .Octaria, 2007
[16] Feldman S. Robert. Pengantar psikologi. Jakarta : Salemba Humanika, 2012
[17] Ibid Petranto, Ira 2006.
[18] Novita Citra Dwi. hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Negeri 38 Jakart. Skripsi. 2014
[19] Ririn Darmasih. faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja SMA di Surakarta. Skripsi. 2009
[20] Ibid Novita, 2011.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)