Asuhan keperawatan gerontik
dengan gangguan sistem integument
Kulit adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat badan orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat digosok, dipijat, diregangkan, dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan yang sederhana akan menimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit
adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat badan
orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat digosok, dipijat, diregangkan,
dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat perubahan-perubahan yang
terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan
tangan yang sederhana akan menimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan.
Karena kulit dapat terlihat sangat jelas, kulit tersebut bertindak sebagai suatu
suatu jendela terhadap kematian seseorang. Walaupun benar bahwa tidak seorangpun
meninggal karena kulit yang sudah tua atau terjadi kegagalan kulit karena suatu
diagnosis, pemahaman tentang bukti-bukti perubahan fisiologis pada kulit seiring
peningkatan usia memberikan banyak informasi bagi perawat tentang klien lansia.
Secara
structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis,
dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan yang
terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang
terlihat sangat abervariasi, tetapi pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara
penuaan intreinstik (alami) dan penuaan ekstrinsik (lingkungan).
Secara
fungsional kulit memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya sangat penting untuk
bertahan hidup secara keseluruhan. Karena kulit mampu untuk melakukan sensasi, kulit
dapat melindungi tubuh dari cedera dan serangan tiba-tiba dari lingkungan. Kulit
yang utuh lebih jauh lagi dapat melindungi individu secara imunologis dengan cara
mencegah bakteri masuk kedalam tubuh. Kulit memainkan suatu peran utama dalam termoregulasi
dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit juga bertindak sebagai organ ekskresi, sekresi,
absorbsi, dan akumulasi. Akhirnya, kulit mewakili kontak pertama individu dengan
orang yang lain secara social dan secara seksual. Bagaimana cara kita melihat diri
sendiri cenderung untuk menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri kita sendiri
dan merupakan suatu komponen penting dari harga diri dan konsep diri.
Proses
penuaan normal dimulai dari stratum korneum yaitu lapisan
paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari timbunan korneosit.
Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara esensial
tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan
sel menjadi lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Penurunan kekohesivan
sel dalam hubungannya dengan penggantian sel beresiko terhadap lansia. Pelembab
pada stratum korneum berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara,
yang berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan
pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan kulit kurang bercahaya
yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan kesehatan yang baik.
Lalu proses
penuaan epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat
sedikit seiring penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan
sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete
ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah
kebawah kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak
antara epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan
kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan merupakan
predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan
plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk
menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi
penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa mungkin tidak dapat
derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi beruban, kulit mungkin mengalami
pigmentasi yang tidak merata, dan perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (uv)
mungkin menurun.
Pada
saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan, dermis menjadi
tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini
termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan penurunan
absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan
degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun. Serabut elastis
dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan
perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar
mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan peregangannya;
hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi
kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.
Vaskularitas
juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil yang umumnya terdapat pada
dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi. Dermis berisi lebih sedikit fibroblast,
makrofag, dan sel batang. Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk
melakukan termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk mengalami
hipertermia atau hipotermia.
Secara
umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring dengan peningkatan usia.
Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahan kulit dan penampilan kulit
yang kendur/menggantung diatas tulang rangka. Penurunan lapisan lemak terutama dapat
dilihat secara jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh darah menjadi
lebih cenderung untuk mengalami trauma. Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan
pada abdomen baik pada wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada wanita.
Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan gangguan fungsi
perlindungan dari kulit tersebut.
B. Tujuan
1.
menggambarkan perubahan fisiologis
pada kulit yang mengalami penuaan.
2.
mengenali dampak dari penuaan
dini karena sinar matahari pada kulit.
3.
menggambarkan lesi pada kulit
sebagai akibat terpajan penyinaran.
4.
menyebutkan dua jenis resiko
dari trauma terhadap kulit.
5.
menggambarkan dua alasan terjadinya
penyembuhan luka yang tertunta pada
lansia.
6.
menggambarkan proses pengkajian
kulit dan mendemonstrasikan dokumentasi
yang sesuai.
7.
mengembangkan suatu rencana
perawatan untuk mempertahankan integritas kulit
C. Manfaat
Manfaat
dari setiap makalah apapun dan dengan tema apapun selalu memiliki kesamaan dalam
manfaatnya yakni menambah wawasan bagi penulis sendiri karena dalam penulisannya,
penulis di tuntut untuk mengambil beberapa referensi sebagai bahan penulisannya
dan juga bagi para pembaca. Selain itu, dapat menjadi salah satu acuan untuk menerapkan
ilmu saat proses keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Decubitus
Dekubitus
adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan
adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi
jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan
dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan
pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini
dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya
dapat mengakibatkan kematian sel
Luka
tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi
pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang
belakang atau penyakit degeneratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat dipakai
untuk menggambarkan luka tekan karena asal kata dekubitus adalah decumbere yang
artinya berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan hanya berkembang pada pasien yang
dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnya luka tekan tidak hanya berkembang pada
pasien yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan kursi
roda atau prostesi. Oleh karena itu istilah dekubitus sekarang ini jarang digunakan
di literatur literatur untuk menggambarkan istilah luka tekan.
B. Etiologi
1.
Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi
sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti dm, status gizi, underweight
atau kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik
dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi/cairan tubuh
2.
Faktor
ekstrinsik:kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan
medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang
buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang.
C. Patofisiologi
Immobile
atau terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan
daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmhg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmhg (normal:
tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmhg-33 mmhg), iskemik, nekrosis jaringan kulit
Selain
faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: faktor teregangnya kulit misalnya gerakan
meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
Faktor
terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur,
sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
D. Tanda dan Gejala, Stadium dan Komplikasi
1.
Stadium satu
a.
Adanya perubahan dari kulit
yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan
tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin
atau lebih hangat)
b.
Perubahan konsistensi jaringan
(lebih keras atau lunak)
c.
Perubahan sensasi (gatal atau
nyeri)
d.
Pada orang yang berkulit putih,
luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit
gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2.
Stadium dua
Hilangnya
sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3.
Stadium tiga
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan
atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam
4.
Stadium empat
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam stadium iv dari luka tekan.
E. Faktor resiko
1.
Mobilitas dan aktivitas
2.
Penurunan sensori persepsi
3.
Kelembapan
4.
Tenaga yang merobek (shear)
5.
Pergesekan (friction)
6.
Nutrisi
7.
Usia
8.
Tekanan arteriolar yang rendah
9.
Stress emosional
10. Merokok
11. Temperatur
kulit
F. Klasifikasi Dan Stadium Ulkus
Dekubitus
Berdasarkan
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan
temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:
1.
Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oc
dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu.
Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran
darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2.
Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang
dari 1oc antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan
aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan
untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini
diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3.
Tipe terminal
terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak
akan sembuh.
G. Manifestasi klinik
1. Perubahan proliferasi dan perbaikan
sel
Ketika waktu perggantian epidermal meningkat dan sel digantikan
lebih lambat, penyembuhan luka lebih panjang dan kemungkinan untik menderita trauma
perkutan meningkat. Penutupan luka yang lambat dapat mendorong ke arah peningkatan
resiko terjadinya infeksi sekunder karena adanya kerusakan integritas kulit.infeksi
sekunder sering kali terjadinya merupakan hasil dari pertumbuhan stafilokokus atau
streptokokus dari luka yang tercemar dengan flora normal kulit.
Pada saat kulit mengalami penipisan dan kehilangan elastisitasnya,
kulit menjadi suatu target untuk trauma. Secara klinis, kulit mudah meregang oleh
tekanan yang kecil akan tetapi, kemudian berkerut dan kendur dari pada kembali lagi
keposisi semula setelah peregangan tersebut.hal ini lebih lanjut merupakan predisposisi
bagi individu untuk mengalami trauma. Lansia lebih rentan terhadap ulserasi pada
kulit dan struktur yang lebih dalam yang diakibatkan oleh penekanan karena penurunan
massa otot dan lemak padatubuhnya, juga penuruna sensitivitas mereka terhadap tekanan
dan nyeri.
Braden dan bergstrom menggambarkan suatu bagan konseptual
untuk menjelaskan keterkaitan antara faktor nutrisi, kelembapan, persepsi sensori,
aktivitas, mobilitas, dan gesekan gesekan pengelupasan kulit dalam perkembangan
dari luka akibat tekanan. Ketika cadangan nutrisi habis, hanya sedikit nutrisi yang
tersedia pada saat kondisi stress. Status cairan menurun, dan massa otot rangka
menurun, jaringan kehilangan itegritas strukturalnya, dan ketika trauma terjadi.
Kerusakan yang timbul lambat untuk diperbaiki. Sirkulasi pembuluh darah perifer
mengalami penurunan, dan pompa pusat tidak mempunyai cadangan yang cukup untuk menangani
stress dan peningkatan permintaan dari perifer. Penurunan dalam peredaran darah
perifer dan hilangnya lemak subkutan mengurangi perlindungan individu dari panas
dan dingin. Lansia mempunyai lebih sedikit kemampuan untuk mengisolasi panas dan
berkurangnya dasar kapiler untuk memfasilitasi pendinginan melalui vasodilatasi.respon
hiperemi terhadap tekanan lokal minkin lambat atau tidak ada, mengkasilka iskemia
jaringan yang diperpanjang dan sebagai akibatnya timbul ulserasi. Insidensi edema
dependen lebih banyak ditemukan pada lansia, menyebabkan tungkai terasa berat, sakit,
dan mengalami ulserasi.
Penurunan proliferasi sel dan waktu perputaran yang lebih
panjang menghasilkan suatu efek yang diperpanjang pada pengiritasikulit lokal seperti
deterjen cair dan agens topikal. Terapi difokuskan pada pengidentifikasikan zat
yang mengganggu, menghilangkan nya dan memulai perawatan. Namun , absorpsi agens
topikal untuk perawatan adalah lambat, menyebabkan respon yang sangat lambat. Pemantauan
yang berkesinambungan diperlukan untuk mengakomodasi penundaan absorpsi dan respon,
juga menunda waktu pembersihannya, memberikan kombinasi untuk memperpanjang efek
obat topikal tersebut. Mekanisme pemberian transdermal untuk pengobatan seperti
dosis dan efek sistemikyang diharapkan dari nitrogliserin harus dipantau secara
ketat.
2. Penurunan kekuatan imun
Perubahan kompetensi imun mencerminkan perubahan dalam imunitas
sel, seperti penurunan fungsi dan jumlah sel t da b. Lansia menunjukkan suatu penurunan atau
tidak adanya respon inflamasi.
Fenske
dan lober melaporkan bahwa lokasi uji tempel kulit harus dipantau 3 minggu setelah
penempelan suatu iritan yang dicurigai.kecenderungan lansia untuk menderita kanker
kulit juga merupakan akibat suatu gangguan fungsi imun. Peningkatan kerentanan terhadap
virus perkutan dan infeksi jamur adalah konsekuensilain dari penurunan kompetensi
imun lansia. Infeksi jamur dapat menyebar dengan cepat, sering disebabkan oleh inkontensia,
dan kemungkinan sulit diobati.karena penyebaran infeksi jamur kuli yang cepat, diagnosis
dan perawatannya harus cepat untuk menghindari konsekuensi sistemik.
H. Proses penyembuhan luka
Ada
dua prinsip utama dalam perawatan luka. Prinsip
pertama menyangkut pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan)
dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan-pelan menggunakan
kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air steril atau nacl 0,9 %.
Sedang
luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot
lembut dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau nacl 0,9
%. Jika memungkinkan bisa direndam selama 10 menit dalam larutan kalium permanganat
(pk) 1:10.000 (1 gram bubuk pk dilarutkan dalam 10 liter air), atau dikompres larutan
kalium permanganat 1:10.000 atau rivanol 1:1000 menggunakan kain kasa.
Cairan
antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena dapat
merusak fibriblast yang sangat penting dalam proses penyembuhan luka, menimbulkan
alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik,
yang cukup aman adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau,
dan tidak menimbulkan reaksi alergi.
Lansia
beresiko tinggi mengalami dekubitus karena adanya perubahan nutrisi, perubahan sensasi
untuk perlindungan terhadap tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan diri,
dukungan dirumah tidak adekuat, inkontensia, defisit, mobilitas, dan perubahan tingkat
kesadaran . Pada tahun 1992 – edisi pertama presure ulcers in adult : prediction
and prevention diterbitkan olek agency for health care policy and research. Petunjuk
ini sangat bermanfaat dalam menentuka suatu program yang menyeluruh untuk mengidentifikasi
individu yang beresiko tinggi dan strategi awal untuk pencegahan dan pemeliharaan
integritas kulit.
Dekubitus
terjadi terutama diatas tonjolan tulang tetapi munkin juga terjadi padadaerah jaringan
lain yang tertekan .tempat terpasangnya slang , daerah di bawah restrain dan daerah
jaringan lunak yang tertekan oleh suatu traksi atau bidai adalah beberapa contoh
lokasi non tulang yang merupakan predisposisi terjadinya nekrosis akibat tekanan.
Setiap jaringan dapat mengalami ulserasi jika terpajan tekanan dari luar yang lebih
besar dibandingkan tekanan penutupan kapiler untuk jangka panjang.
Derajat
ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor instrinsik maupun ekstrinsik.
Pada saat tekanan terus berlanjut tanpa interupsi, jaringan tersebut menjadi kekurangan
oksigen dan nutrisi yang penting bagi metabolismesel dan kemudian sel mengalami
hipoksia dan membengkak. Jika diberi tekanan pada titik ini , jaringan akan dipenuhi
darah karena pembuluh darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan berwarna kemerahan
yang dikenal secara klinis sebagai hiperemia regional.dalam keadaan ini area yang
berada dibawah tekanan dapat dengan sepenuhnya kembali kekondisi semula pada saat
faktor resiko telah dikenali dan dihilangkan dan tindakan pencegahan dimulai. Namun
, jika masalah tidak diketahui pada titik ini, tekanan tidak akan dapat dihilangkan
dan edema sel akan berkembang menjadi trombosis pembuluh darah kecil, penurunan
suplai oksigen yang lebih lanjut, dan jaringan akan mulai mengalami ulserasi.
Derajat lesi dibedakan atas
:
1.
Lesi derajat 1 dilihat sebagai
daerah berwarna merah, daerah yang jelas tidak memucat ketika ketika dilakuka palpasi
ringan, yang mengidisikan adanya kerusakan jaringan yang lebih dalam.
2.
Lesi derajat 2 epidermis telah
mengelupas, menampakkan dermis yang memiliki vaskularisasi sangat tinggi. Bila sensasi
tetap utuh , lesi derajat 2 ini sangat menyakitkan.
3.
Lesi derajat 3 pada saat lapisan
lapisan jaringan mengalami nekrosis, subkutis menjadi lebih terlibat mendorong ke
arah perkembangan. Ulkus ini dapay dengan cepat mengikis bagian tepi sementara lapisan
jaringan subkutan mengalami nekrosis lebih cepat dibandingkan dengan dermis yang
sangat vaskuler
4.
Lesi derajat 4 mengakibatkan
infeksi tulang lokal dan sulit, serta memakan waktu cukup lama untuk sembuh tanpa
intrvensi pembedahan.
I. Pengelolaan Dekubitus
Pengelolaan
dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan
mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita
yang immobil dan konfusio.
Usaha
untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem
skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya
dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita.
Tindakan
berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan
memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan
lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang.
Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua
ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan
lecet pada kulit penderita.
Tindakan
selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya
dekubitus adalah:
1.
Meningkatkan status
kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita,
misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang
cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan khusus; coba
mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2.
Mengurangi/memeratakan
faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a.
Alih posisi/alih
baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini
adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat
kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b.
Kasur khusus untuk lebih
memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan
gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat
diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir
harus baik dan dapat rusak).
c.
Regangan kulit dan lipatan
kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi
antara lain;
1)
Menjaga posisi penderita,
apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk
duduk dikursi.
2)
Bantuan balok penyangga
kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk
tumit,
3)
Diluar negeri sering
digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh
penderita. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya
pada tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas
dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab
sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Bila
sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa
yang dihadapi:
1.
Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis; kulit yang kemerahan
dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian
dimassase 2-3 kali/hari.
2.
Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka
harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek
dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang
sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang
tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan
terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
3.
Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada
bungkus otot dan sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan
eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan
sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan
penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah
regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl
fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.
4.
Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan
sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap
dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan, sebab akan
menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini,
dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga
merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih,
penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan
memberikan oksigenisasi pada daerah luka, Tindakan dengan ultrasono untuk
membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit
setempat. Angka
mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.
J. Penatalaksanaan
Dekubitus
1.
Perawatan luka decubitus
2.
Penerangan untuk pasien dan
keluarga
3.
Bila ulkus kecil dapat sembuh
sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
4.
Usaha pencegahan keadaan yang
lebih buruk.
5.
Mengurangi tekanan dengan cara
mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
6.
Menggunakan alas tidur yang
empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai kotor karena urin
dan feses.
7.
Terapi obat :
a.
Obat antibacterial topical untuk
mengontrol pertumbuhan bakteri
b.
Antibiotik
prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
8.
Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat
yang terdiri dari kalori, protein,
vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan
holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa
disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan
dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang
digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan
Siegreen, 1991).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan
dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku
bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan
tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain
(Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk
mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi
penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel
tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk.
Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka
dekubitus pada permukaan(Carpenito , L.J , 1998).
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya
yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang
menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan
daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus
(Bouwhuizen , 1986).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan
keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor
yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang
menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus
menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa,
immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati (Carpenito , L.J , 1998)
4. Riwayat Personal dan Keluarga
a.
Riwayat penyakit keluarga perlu
ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit
yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi (CVA).
b.
Riwayat penyakit kulit dan
prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi
apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik
seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang
perlu dikaji perawat yaitu:
a.
Kapan
pengobatan dimulai.
b.
Dosis dan
frekuensi.
c.
Waktu
berakhirnya minum obat
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan,
tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena
lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor
lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari-
hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a.
Bed-rest yang
lama
b.
Immobilisasi
c.
Inkontinensia
d.
Nutrisi atau
hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan
psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a.
Perasaan
depresi
b.
Frustasi
c.
Ansietas/kecemasan
d.
Keputusasaan
e.
Gangguan Konsep
Diri
f.
Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam
waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat
badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk
menahan kerusakan kulit. Sehingga
diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi
jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada
ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu
makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum
Umumnya
penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya
kerusakan integritas kulit yang dialami.
b.
Tanda-Tanda
Vital
Tekanan darah
normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c.
Pemeriksaan
Kepala Dan Leher
Ø Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut
serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
Ø Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
Ø Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
Ø Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
Ø Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan
akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
Ø Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.
d.
Pemeriksaan
Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk
thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya
suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk
mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e.
Abdomen
Bentuk perut
datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa
karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau
tegang.
f.
Urogenital
Inspeksi adanya
kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang
kateter untuk buang air kecil.
g.
Muskuloskeletal
Adanya fraktur
pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi
penurunan kekuatan otot.
h.
Pemeriksaan
Neurologi
Tingkat
kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri
hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku
kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
Pengkajian kulit melibatkan
seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku.
Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan,
tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh
perawat yaitu :
a.
Warna, dipengaruhi oleh aliran
darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
b.
Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen
kulit
2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk,
lokasi dan kofigurasinya.
c.
Edema
Selama inspeksi
kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
d.
Kelembaban
Normalnya, kelembaban
meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit
kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
e.
Integritas
Yang harus
diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau
infeksi.
f.
Kebersihan kulit
g.
Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
h.
Palpasi kulit
Yang perlu
diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas,
turgor kulit.
13. Pemeriksaan Penunjang
a.
Darah lengkap
Peningkatan
tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau
kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien.
Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan
respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena
respon stres.
b.
Biopsi luka
Untuk
mengetahui jumlah bakteri.
c.
Kultur swab
Untuk
mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
d.
Pembuatan foto
klinis
Dibuat untuk
memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan
untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
B. Diagnosa Keperawatan yang
Mungkin Muncul
1.
Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.
2.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut.
3.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder
akibat tekanan dan gesekan.
4.
Kerusakan
mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak
nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
5.
Koping individu
inefektif berhubungan dengan luka
kronis, relaksasi tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
6.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya
lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
7.
Kurang Pengetahuan berhubungan
dengan kurang terpajannya informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
8.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan
ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
C. Intervensi
No. DX
|
TUJUAN DAN
KH
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
DX. 1
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien
berkurang dengan KH :
1.
Klien melaporkan nyeri
berkurang atau terkontrol
2.
Menunjukkan ekspresi wajah atau
postur tubuh rileks
|
1.
Tutup luka
sesegera mungkin.
2.
Tinggikan
ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
3.
Beri tempat
tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
4.
Ubah posisi
dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
5.
Perhatikan
lokasi nyeri dan intensitas (skala 0-10).
6.
Berikan
tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.
7.
Dorong
penggunaan tehnik manajemen stress. Seperti
relaksasi progresif,napas dalam.
8.
Tingkatkan
periode tidur tanpa gangguan.
9.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai
indikasi.
|
1.
Suhu berubah
dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
2.
Untuk menurunkan pembentukan edema,
menurunkan ketidak nyamanan.
3.
Peninggian
linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
4.
Menurunkan
kekakuan sendi
5.
Perubahan
lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.
6.
Meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan otot.
7.
Memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
8.
Kekurangan
tidur meningkatkan persepsi nyeri.
9.
Untuk
mengurangi rasa nyeri yang ada
|
DX. 2
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi dengan KH :
1.
Nutrisi
adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2.
Tidak mual
dan muntah
3.
Berat badan
stabil
|
1.
Auskultasi bising usus.
2.
Anjurkan makan sedikit tapi
sering.
3.
Dorong pasien untuk memandang
diet sebagai pengobatan dan untuk membuat pilihan makanan / minuman tinggi
kalori/protein.
4.
Lakukan oral
hygiene sebelum makan.
5.
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian nutrisi.
|
1.
Immobilitas dapat menutunkan
bising usus.
2.
Membantu mencegah distensi
gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
3.
Kalori dan protein diperlukan
untuk mempertahankan berat badan dan meningkatkan penyembuhan.
4.
Mulut yang bersih dapat
meningkatkan rasa dan nafsu makan yang baik.
5.
Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
|
DX. 3
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan integritas kulit
pasien teratasi dengan KH :
1.
Menunjukkan regenerasi
jaringan.
2.
Menunjukkan penyembuhan
decubitus
|
1.
Observasi
ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2.
Pantau/ evaluasi
tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
3.
Identifikasi
derajat perkembangan luka tekan (ulkus).
4.
Lakukan
perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
5.
Bersihkan
jaringan nekrotik.
6.
Kolaborasi:
a.
Irigasi luka.
b.
Beri
antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
c.
Ambil kultur
luka.
|
1.
Untuk
mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.
2.
Demam
mengidentifikasikan adanya infeksi.
3.
Mengetahui
tingkat keparahan pada luka.
4.
Mencegah
terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan
resiko infeksi.
5.
Mencegah auto
kontaminasi
6.
Kolaborasi :
a.
Membuang
jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
b.
Mencegah atau
mengontrol infeksi.
c.
Untuk
mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.
|
DX. 4
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan
mobilitas fisik pasien teratasi dengan KH :
1.
Klien mampu
beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2.
Keadaan luka
membaik
|
1.
Anjurkan
keluarga membantu klien mobilisasi.
2.
Atur posisi
klien tiap 2 jam.
3.
Bantu klien
untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif
kemudian aktif.
4.
Dorong
partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya.
5.
Buat jadwal
latihan secara teratur.
6.
Tingkatkan
latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan.
7.
Kolaborasi
dengan fisioterapi
|
1.
Menghilangkan
tekanan pada daerah yang terdapat ulkus.
2.
Penghilangan
tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan.
3.
Mencegah
secara progresif untuk mengencangkan jaringan parut dan meningkatka
pemeliharaan fungsi otot atau sendi.
4.
Meningkatkan
kemandirian dan harga diri.
5.
Mengurang
kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
6.
Meningkatkan
hasil latihan secara optimal dan maksimal.
7.
Membantu
melatih pergerakan
|
DX. 5
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan koping klien
efektif dengan KH :
1.
Menyatakan kesadaran kemampuan
koping / kekuatan pribadi
2.
Mendemonstrasikan metode koping
efektif.
|
1.
Kaji keefektifan strategi koping
dengan mengobservasi perilaku. Misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan
perhatian.
2.
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
3.
Beri reinforcement positif dan
support mental pada klien.
|
1.
Mekanisme adaptif perlu untuk
mengubah pola hidup seseorang.
2.
Pengenalan terhadap stresor
adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.
3.
Dukungan dapat meningkatkan
kepercayaan diri klien.`
|
DX. 6
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan gangguan citra
tubuh pasien teratasi dengan KH :
1.
Menyatakan penerimaan situasi
diri.
2.
Memasukan perubahan dalam
konsep diri tanpa harga diri negatif.
|
1.
Kaji perubahan pada pasien.
2.
Berikan harapan dalam parameter
situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah.
|
1.
Episode traumatik mengakibatkan
perubahan tiba-tiba.
2.
Meningkatkan perilaku positif
individu.
|
DX. 7
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit, diharapkan pasien dan
keluarga mengetahui tentang penyakitnya dengan KH :
1.
Menyatakan pemahaman kondisi,
prognosis, dan pengobatan.
2.
Berpartisipasi dalam program
pengobatan
|
1.
Kaji tingkat pemahaman klien
dan keluarga terhadap proses penyakit.
2.
Beri HE tentang penyakit,
pencegahan, dan pengobatannya.
3.
Tekankan pentingnya melanjutkan
pemasukan diet tinggi kalori dan protein.
4.
Identifikasi tanda dan gejala
yang memerlukan evaluasi medik seperti inflamasi, demam, perubahan
karakteristik nyeri.
|
1.
Memberikan kesempatan untuk
memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
2.
Meningkatkan pengetahuan klien
dan keluarga agar dapat mencegah dan mengikuti terapi pengobatan.
3.
Nutrisi optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
4.
Deteksi dini terjadinya
komplikasi.
|
DX. 8
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi
klien teratasi dengan KH :
1.
Mencapai penyembuhan luka tepat
pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.
|
1.
Observasi tanda vital.
Perhatikan demam, mengigil, berkeringat, peningkatan nyeri.
2.
Catat warna kulit, suhu,
kelembaban.
3.
Ganti laken yang sudah kotor
dengan yang bersih.
4.
Jaga kebersihan diri pasien.
|
1.
Dugaan adanya infeksi.
2.
Hangat, kemerahan, merupakan
tanda awal dari infeksi.
3.
Laken yang kotor tempat bakteri
berkembangbiak sehingga sangat beresiko untuk terinfeksi.
4.
Mengurangi resiko infeksi.
|
D. Implementasi
(sesuai dengan
intervensi)
E. Evaluasi
DX.1 :
1.
Klien melaporkan nyeri berkurang
atau terkontrol
2.
Menunjukkan ekspresi wajah atau
postur tubuh rileks
DX.2 :
1.
Nutrisi adekuat
(sesuai dengan kebutuhan)
2.
Tidak mual dan
muntah
3.
Berat badan stabil
DX.3 :
1.
Menunjukkan regenerasi jaringan.
2.
Menunjukkan penyembuhan decubitus
DX.4 :
1.
Klien mampu
beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2.
Keadaan luka
membaik
DX.5 :
1.
Menyatakan kesadaran kemampuan
koping / kekuatan pribadi
2.
Mendemonstrasikan metode koping
efektif.
DX.6 :
1.
Menyatakan penerimaan situasi
diri.
2.
Memasukan perubahan dalam konsep
diri tanpa harga diri negatif.
DX.7 :
1.
Menyatakan pemahaman kondisi,
prognosis, dan pengobatan.
2.
Berpartisipasi dalam program
pengobatan
DX.8 :
1.
Mencapai penyembuhan luka tepat
pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses
penuaan epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat
sedikit seiring penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan
sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete
ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah
kebawah kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak
antara epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan
kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan merupakan
predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat penggunaan
plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk
menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Pada
saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan, dermis menjadi
tipis, dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini
termasuk penundaan atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan penurunan
absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan
degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun. Serabut elastis
dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan
perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar
mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan peregangannya;
hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi
kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.
daftar pustaka
Steanley, Mickey. Patresia, G.B.
2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:Egc
Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana
Diagnosa Dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa Keperawatan Dan Masalah
Kolaboratif Ed.2. Jakarta : Egc.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana
Keperawatan : Pedoman Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : Egc.
Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam
Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto
Comments
Post a Comment