ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EFFUSI
PLEURA
DENGAN WATER SEALED DRAINAGE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bernapas merupakan aktivitas yang sangat penting
bagi manusia yang dilakukan agar tubuh terpenuhi suplai oksigen dengan cukup
untuk proses metabolisme. Jika terjadi gangguan pada salah satu saluran
pernapasan misalnya saluran pernapasan terisi oleh zat lain seperti cairan,
maka pertukaran gas akan terganggu, seperti halnya terjadi pada kasus effusi
pleura. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan untuk membantu mengembalikan
fungsi normal saluran pernapasan tersebut, salah satunya adalah dengan pemasangan
WSD (Water Seal Drainage).
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu
gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit
ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat
320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang
setiap tahunnya menderita
Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI ( 2006 ), kasus Efusi Pleura
mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka
kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan
sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih sering ditemukan faktor
resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang
kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun,
serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat
tentang pengetahuan kesehatan.
Kebutuhan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
misalnya, pada trauma (luka tusuk di dada) yang disebabkan oleh benda tajam dan
tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme
penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun satu gerakan mendadak yang hebat.
Akibatnya, selain terjadi peradarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan
masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang luka
akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa
sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Kartono, M. 1991).
Merupakan sebuah kesatuan antara effusi pleura dan tindakan
pemasangan WSD yang merupakan tindakan kolaboratif untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut dari diagnosa effusi pleura tersebut. Maka berdasarkan uraian dan
beberapa asumsi literatur serta latar belakang di atas, maka penulis tertarik
untuk berusaha memberikan sebuah rangkuman dan beberapa catatan riset yang disajikan
dalam bentuk makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Effusi Pleura dengan
Water Sealed Drainage”, dengan harapan dapat memberikan manfaat yang lebih baik
untuk pembaca, khususnya pada mahasiswa kesehatan yang menjadi bibit
terwujudnya cita-cita yang lebih baik sebagaimana tertulis di atas.
B. Tujuan Penulisan Makalah
1. Tujuan Umum
Tujuan secara umum dari ditulisnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari gambaran umum dari effusi pleura sebagai salah satu dari penyakit
pernafasan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi
tentang effusi pleura yang meliputi:
a.
Konsep dasar perjalanan penyakit effusi pleura
yang dimulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara pencegahan, dan beberapa
hal lain yang dapat memberikan gambaran pengetahuan tentang penyakit tersebut.
b.
Konsep dasar Water Sealed Drainage yang meliputi
pengertian, indikasi pemasangan, kontra indikasi, jenis-jenis WSD, dan beberapa
hal lain yang terkait dengan pemasangan WSD.
c.
Konsep dasar asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
cara pengambilan diagnosa, serta intervensi dan implementasi yang dapat
diterapkan terhadap pasien dengan effusi pleura dengan WSD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pustaka Effusi Pleura
1. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga
pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Efusi Pleura
merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung
sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne C Smeltezer dan Brenda
G. Bare, 2002).
Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan
dalam jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini
hanya berisi sedikit cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel yang melumasi permukaan pleura.
Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi
pleura (Kowalk, 2011).
2. Penyebab dan Jenis Effusi Pleura
Beberapa penyebab umum terjadinya effusi pleura adalah sebagaimana
disebutkan di bawah ini:
a.
Hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.
b.
Gagal jantung yang menyebabkan tekanan perifer dan
tekanan kapiler paru menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan kedalam rongga paru.
c.
Tekanan osmotik koloid plasma yang sangat
menurun sehingga mengakibatkan transudasi cairan yang berlebihan.
d.
Infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada
permukaan rongga pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan
kebocoran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat seperti
Tuberkulosis, pneumonitis, dan abses paru.(Guyton, 1997).
Sedangkan berdasarkan penyebab di atas, effusi pleura dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:
a.
Menurut Penyebabnya:
1)
Bila effusi pleura berasal atau disebabkan karena
implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat yang
berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik (mengandung darah)
2)
Bila effusi terjadi akibat obstruksi aliran
getah bening, cairan dapat berupa transudat atau eksudat dan bercampur dengan
limfosit.
3)
Bila effusi pleura terjadi akibat obstruksi
duktus torasikus, cairannya akan berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4)
Bila efusi pleura terjadi karena infeksi, biasanya
terjadi pada pasien dengan limfoma maligna karena menurunnya resistensi
terhadap infeksi, effusi ini dapat berupa empiema akut atau kronik
5)
Menurut Cairan Yang Terbentuk:
a)
Transudat
Transudat merupakan filtrat plasma
yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau ankotik. Transudasi menandakan
kondisi seperti asites, perikarditis, penyakit gagal jantung kongestik atau
gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
Effusi pleura transudatif biasanya
disebabkan karena:
-
Gagal jantung kongestif
-
Sirosis (hepatik hidrothorax)
-
Atelektasis
-
Hipoalbuminemia
-
Sindroma nefrotik
-
Peritoneal dialisis
-
Mixedema
-
Perikarditis konstriktif
b)
Eksudat
Eksudat merupakan ekstravasasi cairan
ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri
atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus.
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif, TBC,
pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis,
embolisme paru, dan infeksi parasitik.
3. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala dari effusi pleura secara umum,
diantaranya adalah:
a.
Nyeri pleuritik dada yang membuat penderita membatasi
pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang
sakit.
b.
Sesak nafas/ dispnea dapat ringan atau berat,
tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan
kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
c.
Akral teraba dingin
d.
Batuk
e.
Trakhea bergeser menjauhi sisi yang mengalami
efusi
f.
Interkosta menonjol pada efusi yang berat
g.
Pergerakan dada berkurang pada bagian yang
terkena efusi pleura
h.
Perkusi meredup di atas efusi pleura
i.
Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
j.
Vokal fremitus meredup
4. Patofisiologi Effusi Pleura
Peradangan pada saluran nafas bawah akan membuat tubuh untuk melakukan
pertahanan diri dengan merangsang sel goblet dan akan menghasilkan sekret yang berlebihan
sehingga mengakibatkan gejala yang khas yaitu batuk produktif. Peningkatan
produksi sekret akan menyumbat lumen bronkiolus yang menghalangi jalan nafas,
apabila sulit dikeluarkan mengakibatkan respirasi memanjang sehingga mengganggu
pertukaran gas, terjadi penurunan oksigen dan peningkatan karbon dioksida yang
merangsang pusat pernafasan di Medulla Oblongata, selain itu terjadi pula
penurunan perfusi dan hemoglobin akan tereduksi sehingga Nampak sianosis.
Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara
produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini
dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis
pleura parietalis. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke
dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan
vena (gagal jantung). Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
a.
Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma
b.
Terjadi peningkatan: Permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ vena
pulmonalis (kegagalan jantung kiri) dan Tekanan negatif intra pleura
(atelektasis) (Alsagaf, 2010).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis, penyebab, serta therapy
medis perlu dilakukan sebagai penunjang dalam pelaksanaanya. Adapun pemeriksaan
penunjang yang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Foto rontgen dada (sinar tembus dada)
b.
USG pleura, berfungsi untk menentukan adanya
cairan dalam rongga pleura.
c.
CT Scan dada.
d.
Torakosentesis (untuk mengambil cairan dan
mengetahui warna cairan)
-
Kekuning-kuningan: warna normal cairan pleura
-
Agak Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada
kasus dengan trauma, infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma
aorta.
-
Kehijauan dan agak purulen: menunjukkan adanya
empiema.
-
Merah Coklat: menunjukkan adanya abses karena
amuba.
Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh keterangan
sebagai berikut:
-
Biokimia: basil tahan asam (untuk tuberkulosis),
hitung sel darah merah dan
-
putih, kadar pH, glukosa, amilase. Tabel berikut
ini menunjukkan perbedaan biokimia pada effusi pleura.
-
Sitologi: sel neutrofil, sel limfosit, sel
mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus
eritematosus sistemik.
-
Bakteriologi: menentukan jenis bakteri yang
menginfeksi.
-
Biopsi pleura.
6. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan Diet Effusi Pleura
Jenis diet yang diberikan pada
kasus effusi pleura adalah TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein. Tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein untuk mencegah dan mengurangi adanya
kerusakan jaringan tubuh, khususnya paru-paru. Selain itu diet TKTP juga
memberikan manfaat sebagai berikut:
1)
Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh
Hemoglobin sebagai pigmen sel
darah merah yang berfungsi sebagai zat pengangkut oksigen dan karbondioksida
akan berikatan dengan protein, begitu pula dalam proses penggumpalan darah,
protein juga dibutuhkan.
2)
Mengatur keseimbangan cairan tubuh
Keseimbangan cairan dalam
intraseluler, intravaskuler, dan interstisial diatur oleh protein dan
elektrolit, sehingga apabila terjadi kekurangan protein akan dapat mengakibatkan
penurunan dan perpindahan cairan. (Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2009)
7. Komplikasi Effusi Pleura
Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka effusi pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
-
Pneumonia
-
Penumothorax
-
Hipertensi paru
-
Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis)
-
Emoli udara (karena adanya laserasi yang cukup
dalam menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
-
Laserasi pleura viserali
Sedangkan secara khusus, effusi pleura bila dibiarkan akan memiliki
dampak terhadap sistem tubuh, diantaranya adalah sebagai berikut:
-
Sistem pernafasan
Terakumulasinya cairan di rongga pleura
menyebabkan penekanan paru- paru yang mengakibatkan daya pengembangan paru
terganggu sehingga mengakibatkan sesak nafas.
-
Sistem kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dan
manifestasi dari sesak nafas karena terjadi kompensasi tubuh terhadap
kekurangan oksigen.
-
Sistem gastrointestinal
Kegagalan nafas mengakibatkan
aliran darah ke otak berkurang, diteruskan ke hipotalamus, merangsang nervus
vagus dan mengakibatkan peningkatan asam lambung, maka terjadi mual dan tidak
ada nafsu makan.
-
Sistem/pola aktivitas dan istirahat
Sesak nafas pada saat istirahat dapat
mengganggu atau merubah respon terhadap aktivitas atau latihan.
BAB III
Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Effusi Pleura
dengan
Water Sealed Drainage
A. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan
proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 2000).
Peran perawat dalam menangani pasien
dengan Efusi Pleura Post CTT (Chest Thorax Tube) adalah ditekankan pada
perawatan luka post CTT setiap hari, yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi
dengan tetap memperhatikan kepatenan CTT yang terpasang untuk mencegah terlepasnya
selang CTT yang akan mengakibatkan udara masuk kedalam paru-paru melalui luka
pemasangan CTT yang berdampak pada kolapsnya paru-paru sehingga terjadi henti
nafas dan berujung kematian pada pasien. Serta mengobservasi jumlah dan warna cairan
yang tertampung dalam botol dan dokumentasikan.
Proses keperawatan digunakan untuk
membantu perawat dalam melakukan praktek asuhan keperawatan secara sistematis dalam
mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana kelima komponennya saling
mempengaruhi satu sama lain yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu suatu mata rantai (Budianna
Keliat, 1994).
Proses keperawatan adalah metode dimana
suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan (Nursalam, 2001).
B. Pengkajian
1. Anamnesa
a.
Identitas Pasien
Terdiri dari: nama, umur, suku
bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
b.
Keluhan Utama
-
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama
dirasakan oleh pasien.
-
Biasanya, dada pasien dengan effusi pleura
didaptkan keluhan berupa: sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuretik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Menceritakan perjalanan penyakit
pasien saat ini sehingga di bawa ke rumah sakit.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Membahas tentang riwayat penyakit dahulu
yang pernah diderita klien berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Membahasa tentang riwayat penyakit
yang mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang disinyalir sebagai
penyebab penyakit pasien sekarang. Contohnya: kanker paru, TBC, dll
f.
Riwayat Psikososial
Bahasan ini meliputi perasaan
pasien terhadap sakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana respon pasien
terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
Meliputi: tekanan darah, suhu, nadi,
respirasi, saturasi oksigen (jika dibutuhkan)
b. Tingkat Kesadaran
Disini perlu dikaji bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnese, mood
pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien, sebagai bahan
memperkuat memperoleh data apakah composmentis, apatis, somnolen, sopor atau
koma.
c. ROS (review Of System)
1)
B1 (Breath)
-
Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti
adanya keluhan sesak
-
Batuk (produktif atau tidak produktif, secret,
warna, konsistensi, bau)
-
Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
-
Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot
bantu dada, retraksi interkostal
-
Fremitus fokal
-
Perkusi dada : hipersonor
-
Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
-
Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi
subkutan
-
Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik,
peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paruB2 (Blood)
2)
B2 (Blood)
-
Taki kardi, irama jantung tidak teratur (
disaritmia )
-
Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung
sekunder
-
Hipertensi / hipotensi
-
CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer,
normalnya < 3 detik
-
Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
3)
B3 (Brain)
-
Tentukan GCS pasien
-
Tentukan adanya keluhan pusing,
-
Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan
istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
-
ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran,
penglihatan, penciuman.
-
Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien,
lokasi nyeri misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan
datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri menyebar ke
dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nyeri yang
dirasakan pasien
4)
B4 (Bladder)
-
Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria,
anuria, retensi, inkontinensia
-
Produksi urine tiap hari, warna, dan bau.
Produksi urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
-
Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya
nyeri tekan
-
Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui
oral atau parenteral.
-
Intake cairan yang normal setiap hari adalah
sekitar 1 liter air.
-
Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
5)
B5 (Bowel)
-
Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau
berbau
-
Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
-
Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil,
nyeri tekan
-
Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
-
Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas
operasi
-
Peristaltic usus tiap menitnya
-
Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras,
lunak, cair atau berdarah)
-
Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan
tiap hari
6)
B6 (Bone)
-
Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas,
terbatas)
-
Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan
tualang belakang dan fraktur
-
Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau
hiperglikemi
-
Keadaan turgor kulit
3. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
b.
Darah lengkap dan kimia darah
c.
Bakteriologis
d.
Analisis cairan pleura
e.
Pemeriksaan radiologis
f.
Biopsi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan yang berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
2. Nyeri
dada berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor
fisik (pemasangan selang dada)
3. Resiko
infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
4. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan informasi.
D. Intervensi, Tujuan, Kriteria Hasil dan
Rasional
1.
Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan
dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
a.
Data penunjang:
Dispneu, takipneu, perubahan kedalaman
pernafasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis.
b.
Tujuan:
Tujuan dari tindakan keperawatan pada
diagnosa ini adalah pola nafas kembali efektif.
c.
Kriteria hasil:
-
Pola nafas efektif atau normal (frekuensi dan
keteraturan)
-
Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
d.
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Pertahankan posisi nyaman, biasanya peninggian kepala tempat tidur (head
up) Bila selang dipasang:
-
Periksa pengontrol penghisapan, batas cairan.
-
Observasi gelembung udara botol penampung
Klem selang pada bagian bawah unit
drainase bila terjadi kebocoran
Awasi pasang surutnya air
penampung dan water seal Catat karakter dan jumlah drainase selang dada
Berikan oksigen melalui kanul/masker, latih nafas dalam dan batuk efektif
Perawatan:
Observasi pola nafas dan komplikasi
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
pada sisi yang tak sakit.
-
Mempertahankan tekanan negative intrapleural sesuai
dengan yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi pasru optimum dan atau
drainase cairan.
-
Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan
lubang angin dari pneumothoraks. Naik turunnya gelembung udara menunjukkan
ekspansi paru
Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system
Flutuasi (pasang surut) menunjukkan perbedaan tekanan inspirasi dan
ekspirasi
Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi atau terjadinya komplikasi
atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
Alat dalam menurunkan kerja naas, meningkatkan penghilangan distress
respirasi dan sianosis berhubungan dengan hipoksia
Agar psien tercukupi oksigenasinya dan pola nafasnya efektif, serta untuk
mencegah terjadinya komplikasi yangbisa memperparah kondisi klien.
2.
Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis
(trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
a.
Data penunjang:
Respirasi dan nadi meningkat, raut
wajah pasien nampak kesakitan, pasien merasa tidak nyaman.
b.
Tujuan:
Tujuan dari dilakukannya tindakan
pada diagnosa ini adalah kenyamanan pasien dapat terpenuhi.
c.
Kriteria hasil:
-
Nyeri berkurang bahkan hilang
-
Respirasi dan nadi kembali normal yaitu antara
16 – 20 x/menit dan
60 – 100 x/menit
d.
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Berikan dan ajari teknik distraksi (menonton TV, mengobrol dengan
keluarga, posisi yang nyaman) dan relaksasi (nafas dalam)
Jika nyeri tidak berkurang, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian
obat analgesik. Observasi skala nyeri setelah intervensi yang telah dilakukan
Mengalihkan perhatian pasien terhadap rasa nyeri dan memberikan
kenyamanan sehingga nyeri pasien dapat berkurang.
Mengurangi tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien
Sebagai evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan dan untuk
merencenakan intervensi selanjutnya.
3.
Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing
dalam tubuh
a.
Data penunjang:
Adanya inflamasi di daerah yang telah
terpasang WSD, suhu tubuh meningkat, nyeri pada daerah yang terpasang WSD.
b.
Tujuan:
Tujuan dari dilakukannya tindakan
pada diagnosa ini adalah mencegah dan menangani agar tidak terjadi infeksi pada
pasien.
c.
Kriteria hasil:
-
Tidak terjadi inflamasi pada daerah yang
terpasang WSD
-
Tidak timbul rasa nyeri
-
Suhu tubuh normal (36,5oC – 75,5oC)
d.
Intervensi dan rasional:
Rawat daerah yang terpasang
WSD secara teratur
Ajarkan kepada keluarga untuk merawat daerah WSD dan instruksikan untuk
merawatnya secara teratur
Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi
dan kapan harus melaporkan ke pusat kesehatan
Kolaborasikan untuk member antibiotik jika diperlukan
Batasi jumlah pengunjung jika diperlukan
Untuk menjaga kebersihan daerah yang terpasang WSD sehingga dapat
meminimalisir peluang terjadinya infeksi.
Untuk melindungi tubuh dari resiko infeksi
Mencegah kontaminasi lingkungan terhadap pasien yang dapat memicu
terjadinya infeksi
Mencegah kontaminasi lingkungan terhadap pasien yang dapat memicu
terjadinya infeksi
Mendeteksi adanya infeksi sedini mungkin sehingga dapa segera dilakukan
tindakan agar infeksi tidak semakin parah
Mengendalikan factor pemicu infeksi
Meminimalkan pemicu infeksi
4.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
a.
Data penunjang:
Pasien sering bertanya, ketidak akuratan
mengikuti instruksi, pasien tampak gelisah.
b.
Tujuan:
Tujuan dari dilakukannya tindakan pada
diagnosa ini adalah kebutuhan akan pengetahuan pasien dapat terpenuhi.
c.
Kriteria hasil:
-
Pasien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi atau
proses penyakit dan rencana pengobatan.
-
Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan.
d.
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Berikan peran aktif pasien/ orang
terdekat dalam proses belajar, misalnya: diskusi, partisipasi kelompok
Berikan informasi tertulis dan
verbal sesuai indikasi. Masukkan daftar artikel dan buku yang berhubungan
dengan kebutuhan pasien/ keluarga dan dorong membaca dan memdiskusikan apa yang
mereka pelajari
Informasikan kepada pasien tentang
efek-efek pemasangan WSD
Tinjau ulang pengetahuan pasien
akan penyakit dan proses pengobatannya
Belajar ditingkatkan bila individu
secara aktif berperan
Membantu pasien dan orang terdekat
membuat pilihan berdasarkan informasi tentang masa depan.
Mengurangi ras cemas pasien akibat
terpasangnya alat di tubuhnya
Mengetahui keefektifan intervensi yang
telah dilakukan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana
terdapat cairan dalam jumlah yang berlebihan didalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan
) cairan pleura.
Water Sealed Drainage merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga
thorax, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan WSD terdiri dari
pengkajian, penegakan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan
sebagaimana standart ilmu keperawatan.
B. Saran
1. Pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca dari makalah ini tidak
menganggap bahwa makalah ini dapat digunakan sebagai literatur baru untuk
penyelesaian tugas-tugas perkuliahan maupun literatur penelitian, makalahini
hanya berisi tentang rangkuman dan sebaiknya jika akan menggunakan literatur,
pembaca dapat mengambil dari beberapa literatur yang tertulis dalam daftar
pustaka.
2. Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan merupakan sarana utama untuk memperoleh pendidikan
sebagai mana mestinya, karenanya apabila dalam makalah ini adalah kekurangan, diharapkan
institusi pendidikan dapat memberikan masukan dan saran untuk penulis dengan
memberikan revisi gambaran umum dalam makalah ini.
3. Bidang Keperawatan
Dalam bidang keperawatan, beberapa tindakan invasive dan kolaborative merupakan
sebuah standart yang harus menjadi tolak ukur untuk mencegah sebuah kesalah dalam
tindakan, maka dengan makalah ini harapan
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaf, H. 2010. Patofisiologi dan Konsep
Penyakit. Jakarta: Salemba Medika.
Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Ahli
Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.Jakarta: EGC.
Doengoes, M, E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Keliat, Budiana. 1994. Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Khaerudin. 2012. Anatomi
Paru-paru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kowalk, dkk. 2011. Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika.
Price. A, Sylvia, M. Wilson Lorraine. 2006.
Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat. 2005. Ilmu Penyakit Dalam Untuk
Perawat. FKUI: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner dan Suddarth.Jakarta: EGC
Suryono, S. Dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
Comments
Post a Comment