Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Fenomena Kehamilan Remaja (Kehamilan Usia Dini) dan Faktor Penyebabnya



Fenomena Kehamilan Remaja (Kehamilan Usia Dini) dan Faktor Penyebabnya

Perkawinan usia dini adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang wanita dibawah usia 20 tahun (Hidayati, 2007 dalam Aryanti, 2014). Perkawinan usia dini mencermikan rendahnya status wanita dan merupakan tradisi sosial yang menopang tingginya tingkat kesuburan. Hal ini, menyebabkan periode melahirkan yang dihadapi oleh seorang wanita yang kawin usia dini lebih panjang, disamping risiko persalinan yang semakin tinggi karena secara fisik mereka belum siap melahirkan (Romauli dan Vindari, 2009 dalam Aryanti, 2014).

Perkawinan usia muda yang menjadi fenomena sekarang ini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan yang dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan pengetahuan namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh “role model” dari dunia hiburan yang ditonton. Penelitian yang dilakukan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan fakta masih tingginya pernikahan di usia muda di pulau Jawa dan Bali. Diantara wilayah-wilayah tersebut, Jawa Barat di posisi pertama dalam jumlah pasangan yang menikah di usia muda dimana dari 1000 penduduknya dengan usia 15 hingga 19 terdapat 126 orang yang menikah dan melahirkan di usia muda. Kemudian diikuti dengan DKI Jakarta dengan 44 orang (DEPKES RI, 2006)
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 sampai 30 tahun, lebih atau kurang dari usia tersebut adalah beresiko. Kesiapan seseorang perempuan untuk dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/ psikologis dan kesiapan sosial/ekonomi. Secara umu, seseorang perempuan dikatakan siap secara fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya (ketika tubuhnya berhenti tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik (BKKBN, 2005 dalam Rosmawar, 2014)
Menurut Depkes RI resiko kehamilan pada usia dini adalah rahim dan panggul belum mencapai ukuran dewasa, ditinjau dari segi gizi kehamilan pada remaja merupakan hal yang beresiko. Gizi yang diperlukan oleh para remaja yang hamil ini berkompetisi antara kebutuhan mereka terhadap pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan janin. Beresiko terjadinya anemia, bayi prematur, bayi berat lahir rendah, kematian bayi dan penyakit menular seksual meningkat pada remaja yang hamil sebelum usia 19 tahun (Manuaba, 2007)
Kehamilan usia dini (usia muda/remaja) adalah kehamilan yang terjadi pada remaja putri berusia <20 tahun. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena hubungan seksual (hubungan intim) dengan pacar, dengan suami, pemerkosaan, maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sperma membuahi telurnya dalam rahim perempuan tersebut (Masland, 2004)
Menurut Susanti (2008), kehamilan pada remaja dapat menimbulkan masalah karena pertumbuhan tubuhnya belum sempurna, kurang siap dalam sosial ekonomi, Universitas Sumatera Utara kesulitan dalam persalinan, atau belum siap melaksanakan peran sebagai ibu. Alasan kehamilan pada remaja adalah:
1.         Kecelakaan (hamil di luar nikah)
2.         Untuk mendapatkan tunjangan kesejahteraan
3.         Ingin anak
4.         Ingin berperan
5.         Faktor hubungan
6.         Keinginan untuk meniru saudara yang sedang hamil pada usia remaja

Wanita usia kurang dari 20 tahun tidak diperbolehkan hamil karena dapat menimbulkan komplikasi pada saat kehamilan. Menurut Fadlyana dan Larasaty (2009) mengatakan bahwa wanita yang berusia 10-14 tahun berisiko 5 kali lipat mengalami kematian saat kehamilan dan persalinan dibandingkan pada usia 20-24 tahun sedangkan wanita yang berusia 15-19 tahun berisiko 2 kali lipat mengalami kematian saat kehamilan dan persalinan.
Menurut Seth Ammerman dan Mary-Ann Shafer terdapat satu juta remaja di Amerika Serikat mengalami kehamilan setiap tahunnya, dengan 50% kehamilan ini diakhiri dengan abortus terapeutik. Bagi remaja yang mempertahankan kehamilan hingga aterm, kira-kira 95% remaja memutuskan untuk mengasuh anak, dan kira-kira setengah ibu remaja tersebut tidak menikah. Faktor-faktor yang menempatkan para perempuan muda tersebut pada risiko kehamilan yang tidak diinginkan dan interaksi faktor-faktor tersebut sangat kompleks. Kurangnya pemahaman akan hubungan seksual dan kontrasepsi berperan pada berlangsungnya pemahaman mengenai kehamilan terutama di antara pada remaja yang lebih muda. Imaturitas kognitif mengakibatkan kesulitan pada remaja untuk mengaitkan tindakan hubungan seksual dengan akibat yang mungkin berupa kehamilan dan kemudian penilaian risiko yang sesungguhnya untuk terjadi kehamilan. Faktor-faktor lingkungan, terutama kemiskinan dan penyalahgunaan zat, membuat orang tua remaja sulit mengendalikan anak perempuan mereka. Juga, ambivalensi masyarakat terhadap aktivitas seksual remaja, kontrasepsi, kehamilan dan sikap orang tua berperan sebagai penghambat perkembangan dan berlanjutnya intervensi (Rudolph, 2014).
Beberapa faktor yang menyebabkan remaja tidak mengetahui resiko kehamilan diusia muda antara lain ialah kurangnya informasi tentang kesehatan, rendahnya interaksi ditengah-tengah keluarga, kerabat dan masyarakat, keluarga yang tertutup terhadap informasi seks dan seksualitas, menabukan masalah seks dan seksualitas, kesibukan orang tua, dan kurang perhatiannya orang tua terhadap remaja (Mambang, 2014).
Perkawinan dan kehamilan remaja mengandung sejumlah risiko buruk dalam jangka panjang (Nurhajati, 2012). Pertama, dengan rentang usia reproduksi yang masih panjang (umumnya hingga 49 tahun), perempuan yang menikah dan hamil diusia remaja akan memiliki peluang untuk memiliki anak dalam jumlah banyak pada akhir usia reproduksinya. Melahirkan anak dengan jumlah banyak akan beresiko kematian ibu yang lebih tinggi.
Kedua, kehamilan dan persalinan bagi perempuan dibawah 20 tahun beresiko kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usia 20 tahun keatas. Tak hanya sang ibu, juga anak yang dilahirkan memiliki resiko kematian atau cacat yang tinggi.
Ketiga, perkawinan dan kehamilan diusia remaja menghambat perempuan menempuh pendidikan lebih tinggi.
Keempat, karena belum dewasa dan matang sepenuhnya secara psikologis maka kemungkinan terjadinya perceraian pada perkawinan usia muda akan sangat tinggi. Perceraian akibat pernikahan usia muda menjadi salah satu riset utama yang dilakukan Kierna (1986), dari hasil risetnya terlihat bahwa resiko perceraian sangat tinggi terjadi pada pasangan yang menikah di usia muda dibandingkan pada mereka-mereka yang menikah di usia matang.
Banyak teori dan analisis mengenai penyebab dari terjadinya kehamilan remaja di suatu negara.

Faktor-faktor yang berkontribusi dalam terjadinya kehamilan remaja antara lain (Doddy, 2006 dalam Palinoan, 2014):
1.         Tradisi atau kebiasaan yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini.
2.         Kebiasaan seksual remaja yang dipengaruhi oleh alkohol dan obat-obatan.
3.       Kurangnya pendidikan dan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan kurangnya akses untuk kontrasepsi.
4.         Pelecehan seksual dan pemerkosaan.
5.         Kemiskinan.
6.         Kekerasan dalam rumah tangga.
7.         Kurang perhatian dari orangtua.
8.         Pendidikan yang rendah.

Sedangkan WHO memilah beberapa penyebab dari kehamilan usia dini di berbagai negara, yaitu:
1.         Faktor kemiskinan
Furstenberg dan Mawer menyatakan bahwa keluarga miskin memiliki kesempatan dan kemampuan yang lebih rendah dalam menunda atau mencegah kehamilan remaja hal ini dihubungkan dengan kondisi sosial ekonominya.

2.         Faktor sosial budaya
Di Indonesia, usia yang dilegalkan untuk menikah adalah 16 tahun untuk wanita, sesuai dengan undang – undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7, membatasi usia seorang perempuan boleh menikah minimal 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.

3.         Kebiasaan seksual dan penggunaan kontrasepsi
Bagian yang lebih penting dari sekedar usia saat menikah yaitu usia saat pertama kali berhubungan seksual di luar pernikahan dimana merupakan salah satu faktor penting menentukan tingkat kehamilan remaja.

4.         Pelecehan seksual

5.         Pendidikan
Efek dari pendidikan pada perkembangan remaja telah membuat ketergantungan remaja kepada orangtua dan keluarga menurun, menunda usia saat menikah, dan lebih meningkatkan pengetahuan remaja mengenai proses reproduksi dan tentang masalah kontrasepsi. Namun tingginya tingkat pendidikan kadang tidak diimbangi dengan informasi seks pada remaja yang memadai. Kurangnya pengetahuan remaja tentang proses reproduksi dapat disebabkan berbagai faktor.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan di usia dini adalah:
1.         Peran orang tua
Di negara berkembang salah satu faktor yang menyebabkan orangtua menikahkan anak usia dini karena kemiskinan. Orangtua beranggapan bahwa anak perempuan merupakan beban ekonomi dan perkawinan merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga (UNICEF, 2000 dalam Rafidah, 2009).
Kurangnya perhatian khususnya dari orang tua remaja untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar. Dimana dalam hal ini orang tua bersikap tidak terbuka terhadap anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual (Palinoan, 2014).
Di dalam penelitian Naibaho (2014) menyatakan faktor keluarga merupakan faktor adanya perkawinan usia muda, dimana keluarga dan orang tua akan segera menikahkan anaknya jika sudah menginjak masa dewasa. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah. Orang tua akan merasa takut apabila anaknya akan melakukan ha-hal yang tidak diinginkan yang akan mencemari nama baik keluarganya.

2.         Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh melalui suatu proses belajar.
Pengetahuan seksual yang setengah-setengah mendorong gairah seksual sehingga tidak bisa dikendalikan. Hal ini akan meningkatkan resiko dampak negatif seksual. Dalam keadaan orang tua yang tidak terbuka mengenai masalah seksual, remaja akan mencari informasi tersebut dari sumber yang lain, teman-teman sebaya, buku, majalah, internet, video atau bluefilm. Mereka sendiri belum dapat memilih mana yang baik dan perlu dilihat atau mana yang harus dihindari. (Palinoan, 2014)

3.         Sosial budaya
Tradisi atau kebudayaan adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber didalam suatu masyarakat bersama, tradisi atau kebudayaan selalu  berubah baik lambat maupun cepat sesuai dengan peradaban manusia Sosial budaya juga mempengaruhi kehamilan usia remaja. Di pedesaan perkawinan terjadi pada saat umur belia yang diikuti dengan kehamilan. Hal ini karena budaya yang masih melekat dengan asumsi untuk membebaskan tanggung jawab orang tua maka mereka akan menyerahkan tugasnya pada suami dengan menikahkan anaknya, perkawinan di usia remaja sebagai hal yang wajar dalam adat istiadat sebagian wilayah Indonesia bila anak gadisnya belum memperoleh jodoh, orangtua akan merasa malu bila anak gadisnya belum menikah

4.         Gaya hidup dan Perilaku seks
Gaya hidup dan perilaku seks yang bebas mempercepat peningkatan kejadian kehamilan pada remaja. Hal ini disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan dan perkembangan remaja dan masa menarche yang dirangsang oleh banyaknya media yang mempertontonkan kehidupan seks.

5.         Ekonomi
Keadaan ekonomi yang tidak mencukupi mendorong seseorang mencari pelindung yang bertanggung jawab penuh terhadap dirinya hal ini hanya dapat tercapai bila menikah dan untuk memperingan beban dan tanggung jawab orang tua yang tidak bertanggung jawab.

6.         Pendidikan orang tua
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Martino dkk (2004) dalam Jurnal Penelitian Nur Marlina mengatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi kecenderungan pada anak untuk menikah dini karena pendidikan orang tua yang rendah sangat rentan untuk anak melakukan pernikahan dini. Hal ini disebabkan karena orang tua kurang memiliki pengetahuan dan wawasan tentang dampak dari pernikahan dini sehingga orang tua juga mendukung anak untuk melakukan pernikahan dini.

7.         Putus sekolah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, dengan pendidikan tinggi seseorang akan lebih mudah menerima atau memilih suatu perubahan yang lebih baik (Suprapto, 2004 dalam Naibaho, 2014). Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat kematangan kepribadian seseorang dalam merespon lingkungan yang dapat mempengaruhi wawasan berpikir atau merespon pengetahuan yang ada di sekitarnya.
Dari hasil penelitian Naibaho (2014) diperoleh bahwa rata-rata pendidikan orang tua maupun informan itu sendiri masih tergolong rendah. Tidak ada informan yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Tinggi rendahnya usia kawin pertama adalah rendahnya akses kepada pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh ekonomi keluarga yang kurang. Kekurangan biaya menjadi kendala bagi kelanjutan pendidikan

8.         Kehamilan tidak diinginkan (KTD)
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa terkadang pernikahan diusia muda terjadi sebagai solusi untuk kehamilan yang terjadi diluar nikah. Menurut Sarwono (2012) pernikahan diusia muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah. Hal ini juga terjadi karena adanya kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari (Sarwono, 2003 dalam Naibaho, 2014)

9.         Media
Pergaulan yang salah serta penyampaian dan penyalahgunaan dari media elektronik yang salah. Dapat membuat para remaja berpikiran bahwa seks bukanlah hal yang tabu lagi tapi merupakan sesuatu yang lazim (Palinoan, 2014).


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)