Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

PROSES PERUBAHAN SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN MASYARAKAT AKAN KESEHATAN



PROSES PERUBAHAN SIKAP DAN PERILAKU KEPATUHAN MASYARAKAT AKAN KESEHATAN


Menurut Teori Kelman, perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut, tahap ini disebut tahap kesediaan.Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas.Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan (Niven, 2002).

Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut.Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akanberubah menjadi perilakunya sendiri (Niven 2000). 
Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh (pimpinan) yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent).Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas (pimpinan) tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi.  Meskipun motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut. Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya. 
Niven (2002) menyebutkan proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau pimpinan tersebut merupakan seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitasnya tinggi) yang dapat membuat individu memahami makna dan penggunaan perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri. Memang proses internalisasi ini tidaklah mudah dicapai sebab diperlukan kesediaan individu untuk mengubah nilai dan kepercayaan mereka agar menyesuaikan diri dengan nilai atau perilaku yang baru (Teori The Health Belief Model).

Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan

Niven (2002) mengungkapkan derajat ketidak patuhan ditentukan oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hidup/ lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi menyelamatkan hidup, dan keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas kesehatan. 

Stretegi untuk Meningkatkan Kepatuhan

Untuk melakukan proses perubahan sikap dan kepatuhan masyarakat akan perilaku kesehatan dapat dilakukan berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya adalah:

Dukungan Profesional Kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya tehnik komunikasi.Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan, isalnya antara kepala perawatan dengan bawahannya.

Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah pasien dan keluarga.Pasien dan keluarga yang percaya pada tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh perawat dapat menunjang peningkatan kesehatan pasien, sehingga perawat dapat bekerja dengan percaya diri dan ketidak patuhan dapat dikurangi.

Perilaku Sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya kepatuhan perawat untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien ataupun melakukan tindakan asuhan keperawatan.

Pemberian Informasi


Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya pemberian asuhan keperawatan berdasarkan prosedur yang ada membantu meningkatkan kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan kesehatan yang diadakan oleh pihak rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)