Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu sektor pembangunan Nasional adalah pembangunan di bidang kesehatan. Tujuan pembangunan dibidang kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia yang baik sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan umum dan tujuan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2005).
Untuk mewujudkan keadaan yang sehat banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satunya yaitu kita sebagai warga negara Indonesia sebaiknya ikut menyukseskan program pembangunan kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah dengan cara berusaha untuk memelihara kesehatan mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat serta lingkungan sekitar. (Astawan Made, 2009).
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan ada beberapa pendekatan (approach), yaitu kesehatan di dalam berbagai pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan (promotif), dan rehabilitatif. Keempat pendekatan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dan berkesinambungan dalam menanggulangi masalah kesehatan. Khusus mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A (KVA), pemerintah mengadakan suplementasi vitamin A dosis tinggi yang di laksanakan di seluruh Posyandu di seluruh Puskesmas di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah (www.sinarharapan.com, 2008).
Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NHSS), dan Departemen Kesehatan (2007) menunjukkan sekitar 50% anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengkonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Siti Halati, Manajer Lapangan Operasional HKI, mengatakan angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekvivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi.
Bila dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara regional Asia Tenggara angka kebutaan di Indonesia (1,5%) merupakan yang tertinggi setelah Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan berasal dari status ekonomi kurang mampu dan belum akses langsung dengan pelayanan kesehatan (Astuti, 2008, Mataku Sehat, Tubuhku Kuat, ¶ 4, http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 29 Mei 2010).
Program suplementasi kapsul vitamin A pada ibu nifas di Indonesia sejak 1996 bertujuan meningkatkan status vitamin A ibu nifas dan diteruskan ke bayi melalui ASI. Riskesdas 2010 menunjukkan hanya satu dari 2 ibu nifas mendapatkan kapsul vitamin A, lebih rendah dibanding cakupan balita. Penelitian menggunakan data sekunder Riskesdas 2010, mencakup 19.000 ibu 10–59 tahun yang ditanyakan mendapat kapsul vitamin A saat masa nifas anak terakhir yang lahir pada periode lima tahun terakhir. Cakupan suplementasi vitamin A ibu nifas 56,1% bervariasi 35–70% antar provinsi, lebih tinggi di perkotaan (61,4%) dibandingkan perdesaan (50,8%).
Menurut data BPS Provinsi Jawa Barat (2009), angka kematian bayi (AKB) mencapai 43,4 per 1.000 kelahiran hidup. Sebanyak 606.470 balita di Jawa barat teridentifikasi kekurangan kadar serum vitamin A atau 19,4% dari total keseluruhan balita. Dengan jumlah tersebut, kekurangan vitamin A menjadi masalah kesehatan publik karena berdasarkan standar International Vitamin A Consultative Group, batas prevalensinya adalah 15%. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Barat mengingatkan agar segera melakukan upaya secara sinergis sehingga dapat tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi bayi dan balita.
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar dari rahim, Sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. (suherni S.Pd, M.Kes, dkk 2009)
Ibu nifas yang cukup mendapat vitamin A akan meningkatkan kandungan vitamin A dalam air susu ibu (ASI), sehingga bayi yang disusui lebih kebal terhadap penyakit. Disamping itu kesehatan ibu lebih cepat pulih. Upaya perbaikan status vitamin A harus mulai sedini mungkin pada masa kanak-kanak terutama anak yang menderita KVA (Depkes RI, 2005).
Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Di seluruh dunia (WHO, 2005), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan terdapat sebanyak 2-3 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta.
Vitamin merupakan suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Salah satu jenis vitamin yang harus diperhatikan adalah vitamin A. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk lainnya tidak akan dapat melakukan aktivitas karena kekurangan vitamin, karena menyebabkan peluang terkena penyakit pada tubuh (Siswono, 2009, Ibu dan anak sehat berkat vitamin A, 2, http://www.gizi.net, diperoleh tanggal 06 mei XXX).
Peranan vitamin A lainnya adalah sebagai antioksidan yang membantu merangsang dan memperkuat daya tahan tubuh dalam meningkatkan aktivitas sel pembunuh kuman (natural killer cell), memproduksi limfosit, fagositosis, dan antibodi. Bahkan kegunaan vitamin A termasuk memperkuat kekebalan selular yang menghancurkan sel kanker.
Saat ini kekurangan vitamin A menjadi masalah kesehatan dunia. Masyarakat yang hidup di bawah kemiskinan diperkirakan mengalami kekurangan vitamin A dengan resiko yang sangat mengkhawatirkan (Siswanto, 2007, Setiap Satu Menit Orang di Indonesia Alami Kebutaan. 2, http://www.litbang.depkes.go.id. Diperoleh tanggal 09 Mei XXX).
Departemen Kesehatan sendiri gencar melakukan program penanggulangan kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1995 bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara signifikan. (www.sinarharapan.com, 2009).
Dan menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan XXX tahun 2014, dari sasaran ibu nifas sebanyak 57.662, terdapat 46.857 ibu yang mendapat vitamin A.
Dari hasil studi pendahuluan di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2014, dari 1953 ibu nifas, sebanyak 1155 ibu nifas yang memperoleh vitamin A dan pada tahun XXX periode Januari – April tardapat 573 ibu nifas yang mendapat dan mengkonsumsi kapsul Vitamin A.
Berdasarkan dari data diatas maka penulis tertarik untuk meneliti “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian vitamin A pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas XXX Periode Januari – April Tahun XXX”

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan data diatas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah masih banyaknya kasus ibu nifas yang tidak mengkonsumsi vitamin A, berdasarkan penyebab uraian masalah tersebut maka dalam latar belakang yaitu pemberian vitamin A pada ibu nifas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada “hubungan dari faktor pengetahuan ibu, keadaan fisik ibu, dan waktu pemberian vitamin A dengan pemberian vitamin A pada ibu nifas di Puskesmas XXX periode januari - april tahun XXX?”.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan pemberian vitamin A pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu nifas mengenai Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas XXX periode januari - april tahun XXX.
b.      Untuk mengetahui distribusi frekuensi keadaan fisik ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.
c.       Untuk mengetahui distribusi frekuensi waktu pemberian vitamin A pada ibu nifas di Wilayah kerja puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.
d.      Untuk mengetahui pemberian vitamin A di Wilayah kerja puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.
e.       Untuk mengetahui hubungan faktor pengetahuan ibu nifas dengan pemberian vitamin A di Wilayah kerja puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.
f.       Untuk mengetahui hubungan faktor keadaan ibu nifas dengan pemberian vitamin A di Wilayah kerja puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.
g.      Untuk mengetahui hubungan faktor waktu pemberian vitamin A dengan pemberian vitamin A di Wilayah kerja puskesmas XXX periode januari – april tahun XXX.

D.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vitamin A pada ibu nifas di Puskesmas XXX. Subjek pada penelitian ini adalah ibu nifas di Puskesmas XXX pada bulan Januari sampai april tahun XXX yakni sebanyak 25 responden. Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Metode yang digunakan yaitu survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Alasan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan pemberian vitamin A pada ibu nifas.

E.       Kegunaan Penelitian
1.      Guna Teoritis (Keilmuan)
a.      Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi suatu referensi yang bermanfaat bagi mahasiswa XXX.
b.      Bagi Peneliti
Merupakan kegiatan belajar untuk menuangkan kembali sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh dibangku kuliah.
2.      Guna Praktis
a.         Bagi Responden
Diharapkan dapat menambah pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian vitamin A dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian vitamin A pada ibu nifas.
b.        Bagi Lahan Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas XXX sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menambah wawasan tenaga kesehatan tentang perlunya vitamin A pada ibu nifas.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)