Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

FORMAT PENELAAHAN BUTIR SOAL BENTUK URAIAN, PILIHAN GANDA, INSTRUMEN PERBUATAN DAN INSTRUMEN NON-TES


FORMAT PENELAAHAN BUTIR SOAL BENTUK URAIAN, PILIHAN GANDA, INSTRUMEN PERBUATAN DAN INSTRUMEN NON-TES
 

A.                Analisis Butir Soal Secara Kualitatif dan Kuantitatif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.Analisis butir soal yang dalam bahasa inggris disebut item analiysis dilakukan terhadap empirik. Maksudnya, analisis itu baru dapat dilakukan apabila suatu tes telah dilaksanakan dan hasil jawaban terhadap butir-butir soal telah kita peroleh. Analisis butir soal adalah suatu kegiatan analisis untuk menentukan tingkat kebaikan butir-butir soal yang terdapat dalam suatu tes sehingga informasi yang dihasilkan dapat kita pergunakan untuk memperbaiki butir soal dan tes tersebut.
Identifikasi terhadap setiap butir item soal dilakukan dengan harapan akan menghasilkan berbagai informasi berharga, yang pada dasarnya akan merupakan umpan balik (feed back) guna melakukan perbaikan, pembenahan, dan penyempurnaan kembali terhadap butir-butir soal, sehingga pada masa-masa yang akan yang akan dating tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh guru itu betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memiliki kualitas yang tinggi.
Aiken dalam Suprananto (2012) berpendapat bahwa kegiatan analisis butir soal merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal agar diperoleh butir soal yang bermutu. Tujuan kegiatan ini adalah:
1.         Mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan,
2.         meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif,
3.         mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah memahami materi yang telah diajarkan.
Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya tentang siswa mana yang telah menguasai materi dan siswa mana yang belum menguasai materi. Selanjutnya menurut Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal dapat dilakukan secara kualitatif (berkaitan dengan isi dan bentuknya) dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruksi, sedangkan analisis kuantitatif mencakup pengukuran validitas dan reliabilitas butir soal, kesulitan butir soal serta diskriminasi soal. Kedua teknik ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, oleh karena itu teknik terbaik adalah menggunakan atau memadukan keduanya.
Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaida penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan atau diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa atau budaya, dan kunci jawaban atau pedoman penskorannya. Dalam menganalisis butir soal, terdapat dua teknik. Yaitu teknik kualitatifdan teknik kuantitatif.
1.Teknik Analisis Secara Kualitatif
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel.
a.         Teknik moderator
 Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama dengan beberapa ahli seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun atau pengembangkurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, berlatar belakang psikologi.Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat secara bersama-sama berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, para penelaah dipersilakan mengomentari berdasarkan kompetensinya masing-masing. Setiap komentar atau masukan dari peserta diskusi dicatat. Setiap butir soa ldapat dituntaskan secara bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, kelemahan teknik ini memiliki kelemahan karena memerlukan waktu lama untuk rnendiskusikan setiap satu butir soal.Teknik berikutnya adalah
b.      Teknik Panel
Teknik panel merupakan suatu teknik menelaah butir soal yang setiap butir soalnya ditelaah berdasarkan kaidah penulisan butir soal, yaitu ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, kebenaran kunci jawaban/pedoman penskorannya yang dilakukan oleh beberapa penelaah. Caranya adalah beberapa penelaah diberikan: butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian/ penelaahannya. Pada tahap awal para penelaah diberikan pengarahan, kemudian tahap berikutnya para penelaah berkerja  sendiri-sendiri di tempat  yang tidak  sama. Penalaah dipersilakan memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan nilai pada setiap butir soalnya yang kriterianya adalah : baik, diperbaiki, atau di ganti. Secara ideal penelaah butiran soal di samping memiliki latar belakang materi yang diujikan, beberapa penelaah yang diminta untuk menelaah butir soal memiliki ketrampilan, seperti guru yang mengajarkan materi itu, ahli materi, ahli pengembang kurikulum, ahli penilaian, psikolog, ahli bahasa, ahli kebijakan pendidikan, atau lainnya.
2.                    Analisis Butir Soal Secara Kuantitatif
Penelaahan soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir soal didasarkan pada bukti empirik. Salah satu tujuan utama pengujian butir-butir soal secara emperik adalah untuk mengetahui sejauh mana masing-masing butir soal membedakan antara mereka yang tinggi kemampuannya dalam hal yang didefinisikan oleh kriteria dari mereka yang rendah kemampuannya.
Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif yaitu pendekatan secara klasik dan modern.
a.      Analisis butir soal secara klasik
Analisa butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta tes guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik. Pada teori tes klasik, analisis item tes dilakukan dengan memperhitungkan kedudukan item dalam suatu kelas atau kelompok. Karakteristik atau kualitas item sangat tergantung pada kelompok dimana diujicobakan sehingga kualitas item terikat pada sampel responden atau peserta tes yang memberikan respons (sample bounded).
Ada beberapa kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah, sederhana, familiar, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer dan dapat menggunakan beberapa data dari peserta tes.
b.      Analisis butir soal secara moderen
Analisa butir soal secara moderen adalah penelaahan butir soal dengan menggunakan teori respon butir atau item response theory. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu butir dengan kemampuan siswa.
Teori ini muncul karena adanya beberapa keterbatasan pada analisis secara klasik, yaitu:
1)      Tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah true score. Artinya, jika suatu tes sulit maka tingkat kemampuan peserta tes akan rendah. sebaliknya, jika suatu tes mudah maka tingkat kemampuan peserta tes tinggi.
2)      Tingkat kesukaran butir soal didefinisikan sebagai proporsi peserta tes yang menjawab benar. Mudah atau sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan peserta tes. Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas tes tergantung pada kondisi peserta tes.
A.                 Analisis Butir Soal
 Pedoman penskoran. Caranya beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian atau penelaahan. Pada tahap awal, semua orang yang terlibat dalam kegiatan penelaahan disamakan persepsinya, kemudian mereka  terlibat berkerja sendiri-sendiri di tempat berbeda. Para penelaah dipersilakan memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir soal dengan kriteria: soal baik, perlu diperbaiki, atau diganti.Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format penelaahan  soal akan sangat membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaannya. Format penelaahan soal digunaka  sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Format penelaahan soal yang dimaksud adalah format penelaahan butir soal: uraian, pilihan ganda, tes perbuatan dan instrumen non-tes. Berikut disajikan keempat format penelaahan butir soal.
a.             Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Uraian
FORMAT PENELAAHAN SOAL BENTUK URAIAN
         Mata pelajaran :
Kelas/semester :
Penelaah           :

No.

Aspek yang ditelaah
NomorSoal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
...
A.
1


2

3



4

B
5


6

7
8
Materi
Soal sesuai dengan indikator(menuntut tes tertulis untuk bentuk Uraian)
Batasan pertanyaandan jawaban yang diharapkan sudah sesuai
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevasi, kontinyuitas, keterpakaian sehari- hari tinggi)
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkatkelas
Konstruksi
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian
Ada petunjukyang jelas tentangcara mengerjakan soal
Ada pedoman penskorannya
Tabel, gambar, grafik, peta,atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca

No.

Aspek yang ditelaah
NomorSoal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
...
C.
9

10

11

12

13
Bahasa/Budaya
Rumusan kalimat coal komunikatif
Butir soal menggunakan bahasa
Indonesia yang baku
Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
Rumusan soal tidak mengandung

Keterangan : Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah !










b.                  Format Penelaahan untuk Instrumen pilihan ganda
FORMAT PENELAAHAN SOAL BENTUK PILIHAN GANDA
Mata Pelajaran :.................................
Kelas/semester:.................................
Penelaah:.................................


No.

Aspek yang ditelaah
Nomor Soal
1
2
3
4
5
...
A.
1

2.


3.
4.

B.
5.

6.

7.

8

9.

10.


11.
12.


13.


14.
Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntuttes tertulis untuk bentuk pilihan ganda
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi
(urgensi,relevasi, kontinyuitas, keterpakaian sehari- hari tinggi)
Pilihan jawaban homogen dan logis
Hanya ada satu kunci jawaban
Konstruksi
Pokok soal dirumuskan dengan singkat,jelas,dan tegas
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja
Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban
Pokok soal bebas dan pernyataan yang bersifat negatif ganda
Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi
Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya
jelas dan berfungsi
Panjang pilihan jawaban relatif sama
Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan "semua jawaban di atas salah/benar"dan sejenisnya
Pilihan jawaban yang berbentuk angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologisnya
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya
C.
15.

16.
17.
18.
Bahasa/Budaya
Menggunakan bahasa yang sesuai dengankaidah bahasa Indonesia
Menggunakan bahasa yang komunikatif
Tidak menggunakan bahasa yang berlakusetempat/tabu
Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama,kecuali merupakan satu kesatuan pengertian
          Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

c.    Format Penelaahan untuk Instrumen Perbuatan
FORMAT PENELAAHAN SOAL TES PERBUATAN
Mata Pelajaran:................................. 
Kelas/semester: ................................. 
Penelaah    :.................................

No.

Aspek yang ditelaah
Nomor Soal
1
2
3
...
.
1.

2.
3.

4.

B.
5.

6.
7.
8.

C.
9.
10.
11.

12.
13.
Materi
Soal sudah sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan)
Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai
Materi sesuai dengan tuntutan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah taua tingkat kelas
Konstruksi
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengejakan soal
Ada pedoman penskorannya
Tabel, peta, gambar, grafik, atau sejenisnya disajkian dengan jelas dan terbaca
Bahasa/Budaya
Rumussan soal komunikatif
Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku Tidak menggunakan kata /ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu
Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkatpan yang dapat menyinggung perasaan siswa
                         Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
d.   Format Penelaahan untuk Instrumen Non-Tes
FORMAT PENELAAHAN SOAL NON-TES
Nama Tes          :................................. 
Kelas/semester: ................................. 
Penelaah    :.................................

No.

Aspek yang ditelaah
Nomor Soal
1
2
3
...
A.
1.

2.




B.
3.

4.


5.

6.

7.


8.

9.


10.

11.


12.

C.
13.

14.
15.
Materi
Pernyataan/soal sudah sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai
dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek koginisi, afeksi, atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).
Konstruksi
Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata ) dan jelas.
 Kalimatnybebas dari pernyaatn yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
Kalimatnybebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
Kalimatnya bebas dari pernyataan faktual atau dapat diinterpretasikan sebagafakta.
Kalimatnya bebas dari pernyataan dapat
diinterpretasikan lebih
 Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden.
Setiap pernyataan hanya berissatu gagasan secara lengkap.
Kalimatnya bebas dari pernyatan yang tidak pasti pasti seperti semua, selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
Jangan banyak menggunakan kata hanya, sekedar, semata-mata gunakan seperlunya.
Bahasa/Budaya
Bahssoharus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan siswa atau responden.
Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku
setempat/tabu.
Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!


B.                 Parameter Item Tes yang Baik
Sebagaimana telah disebut sebelumnya, bahwa item tes yang baik adalah item yang memenuhi syarat sebagaimana kriteria atau karakteristik item tes yang baik. Karakteristik item yang dimaksud adalah tingkat kesulitan atau kesukaran, daya pembeda, dan efektivitas pengecoh.

1.      Tingkat Kesulitan atau Kesukaran (Difficulty level)
Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Tingkat kesukaran dinyatakan dalam indeks kesukaran (dificulty index), yaitu angka yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab benar soal tersebut. Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dan hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu.
Dalam hal ini, item yang baik adalah item yang tingkat kesukarannya dapat diketahui,  tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Sebab, tingkat kesukaran item itu memiliki korelasi dengan daya pembeda. Bilamana item memiliki tingkat kesukaran yang maksimal, maka daya pembedanya akan rendah, demikian pula bila item itu terlalu mudah maka tidak akan memiliki daya pembeda.
Oleh karena itu, sebaiknya tingkat kesukaran soal itu dipertahankan dalam batas yang mampu memberikan daya pembeda. Namun, jika terdapat tujuan khusus dalam penyusunan tes, maka tingkat kesukaran itu bisa dipertimbangkan.  Misalnya, tingkat kesukaran item untuk tes sumatif berbeda dengan tingkat kesukaran pada tes diagnostik.
Untuk menghitung taraf kesukaran soal dari suatu tes dipergunakan rumus sebagai berikut:
TK = U + L
             T
Keterangan:
U  = jumlah siswa yang termasuk kelompok pandai (upper group)yang menjawab benar untuk tiap soal.
L    =  jumlah siswa yang termasuk kurang (lower group) yang menjawab benar untuk tiap soal.
T    =  jumlah siswa dari kelompok pandai dan kelompok kurang(jumlah upper group dan lower group)
Misalkan suatu tes yang terdiri atas N soal yang diberikan kepada 40 siswa. Dari hasil tes tersebut, tiap-tiap soal dianalisis taraf kesukarannya. mula-mula hasil tes itu kita susun kedalam peringkat, kemudian kita ambil 25% (10 lembar jawaban siswa kelompok pandai), dan 10 lembar jawaban siswa dari kelompok yang kurang pandai. Kemudian kita tabulasikan. Misalkan dari tabulasi soal kita peroleh hasil sebagai berikut: yang menjawab benar dari kelompok pandai ada 9 siswa, dan yang menjawab benar dari kelompok kurang pandai ada 4 siswa.
Dengan menggunakan rumus diatas, maka taraf kesukaran atau TK dari soal adalah:
TK =  U + L  =  9 + 4  =  0,65 atau 65%
             T             20 
Jadi dapat disimpilkan bahwa nilai dari TK atau tingkat kesukarannya adalah 65%.  
Sedangkan dalam bukunya Drs. H. Daryanto, rumus untuk mencari taraf kesukaran atau indeks kesukaran adalah:
P =    B
         JS
Keterangan:
P      =  indeks kesukaran.
B     =  banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar.
JS    =  jumlah seluruh siswa peserta tes.
Contoh:
Jumlah siswa peserta tes dalam suatu kelas ada 40 siswa. Dari 40 siswa tersebut terdapat 12 siswa yang mampu mengerjakan soal no. 1 dengan benar. Maka berapa indeks kesukarannya?
Jawab:
P  =    B   
          JS
    =    12
           40
    =   0,30
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
a.          Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar.
b.         Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang.
c.          Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah.
2.         Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum atau kurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Semakin tinggi koofisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peerta didik yang menguasai kompetensi dengan pesertan didik yang kurang menguasai kompetensi.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi. Daya pembeda suatu soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
DP  =   U – L
              ½ T
Keterangan:
DP  =     indeks DP atau daya pembeda yang dicari.
U =   jumlah siswa yang termasuk dalam kelompok pandai yang mampu        menjawab benar untuk tiap soal.
L     =      jumlah siswa yang termasuk kurang yang menjawab benar untuk tiap soal.
T     =      jumlah siswa keseluruhan.
Contoh:
Dari hasil tes lomba olimpiade IPS, jumlah siswa yang dites adalah 40 siswa, sedangkan tes tersebut terdiri dari 20 soal. Setelah hasil tes tersebut diperiksa, kemudian disusun kedalam peringkat untuk menentukan 25% siswa yang termasuk kelompok pandai (upper group) dan 25% siswa yang termasuk kelompok kurang (lower group).
Kemudian hasil tes tersebut ditabulasikan dengan menggunakan format tabulasi jawaban tes, kemudian hasil tabulasi dari kedua kelompok tersebut dimasukkan kedalam format analisis soal tes, sehingga kita dapat menghitung tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap soal yang kita analisis.
Misalkan dari tabulasi soal no. 1 kita peroleh hasil sebagai berikut: yang menjawab benar dari kelompok pandai ada 10 siswa, dan yang menjawab benar dari kelompok kurang ada 9 siswa. Maka daya pembedanya adalah:
 DP  =   U – L
              ½ T
       =    10 – 9
            ½ x (20)
       =      1
              10
      =     0,10
Jadi dapat disimpulkan bahwa indeks pembedanya adalah 0,10.
Dalam bukunya Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, dijelaskan mengenai klasifikasi daya pembeda, yaitu:
D =  0,00 – 0,20  =  jelek (poor).
D =  0,20 – 0,40  =  cukup (satisfactory).
D =  0,40 – 0,70  =  baik (good).
D =  0,70 – 1,00  =  baik sekali (excellent).
3.                  Analisis pengecoh (Efektifitas Distraktor )
Instrumen evaluasi yang berbentuk tes dan objektif, selain harus memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan terdahulu, harus mempunyai distraktor yang efektif. Yang disebut dengan distraktor atau pengecoh adalah opsi-opsi yang bukan merupakan kunci jawaban (jawaban benar).
Butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh dianggap baik bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati jumlah ideal. Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:
IP =   P  x   100%
       (N - B) (n - 1)
 Keterangan:
IP =  indeks pengecoh
P  =  jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N =  jumlah peserta didik yang ikut tes
B =  jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal
n  =  jumlah alternatif jawaban
1=  bilangan tetap
Catatan:
Jika semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tertentu (sesuai kunci jawaban), maka IP = 0 yang berarti soal tersebut jelek. Dengan demikian pengecoh tidak berfungsi. 
Contoh:
50 orang peserta didik dites dengan 10 soal bentuk pilihan ganda. Tiap soal memiliki alternatif jawaban (a, b, c, d, e). Kunci jawaban (jawaban yang benar) no. 8 adalah c. Setelah soal no.8 diperiksa untuk semua peserta didik, ternyata dari 50 orang peserta didik, 20 peserta didik menjawab benar dan 30 peserta didik menjawab salah. Idealnya, pengecoh dipilih secara merata.



Berikut ini adalah contoh soal no.8.
Alternatif jawaban
A
B
C
D
E
Distribusi jawaban peserta didik
7
8
20
7
8
IP
93%
107%
**
93%
107%
Kualitas pengecoh
++
++
++
++
++

Keterangan:
**   =    kunci jawaban
++   =   sangat baik
+     =   baik
 =    kurang baik
 _    =    jelek
_ _  =    sangat jelek
Pada contoh diatas, IP butir a, b, c, d, dan e adalah 93%, 107%, 93%, dan 107%. Semuanya dekat dengan angka 100%, sehingga digolongkan sangat baik sebab semua pengecoh itu berfungsi. Jika pilihan jawaban peserta didik menumpuk pada satu alternatif jawaban, misalnya seperti berikut:
Alternatif jawaban
A
B
C
D
E
Distribusi jawaban peserta didik
20
2
20
8
0
IP
267%
27%
**
107%
0%
Kualitas pengecoh
_
-
**
++
_
 Dengan demikian, dapat ditafsirkan pengecoh (d) yang terbaik, pengecoh (e) dan (b) tidak berfungsi, pengecoh (a) menyesatkan, maka pengecoh (a) dan (e) perlu diganti karena termasuk jelek, danpengecoh (b) perlu direvisikarena kurang baik. adapun kualitas pengecoh berdasar indeks pengecoh adalah:
1)                    Sangat baik    IP  =  76% - 125%
2)                    Baik               IP  =  51% - 75%  atau  126% - 150%
3)                    Kurang baik   IP  =  26% - 50%  atau  151% - 175%
4)                    Jelek               IP  =  0% - 25%  atau  176% - 200%
5)                    Sangat jelek   IP  =  lebih dari 200% 


D.      Manfaat Kegiatan Menganalisis Butir Soal
Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (1997) dalam Suprananto (2012), analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya yakni:
1)                    Membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan.
2)                    Relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa dikelas.
3)                    Mendukung penulisan butir soal yang efektif.
4)                    Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas.
5)                    Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
     Linn dan Gronlund (1995) dalam Suprananto (2012: 163), menambahkan bahwa pelaksanaan kegiatan analisis butir soal, biasanya didesain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1)                    Apakah fungsi soal sudah tepat?
2)                    Apakah soal telah memiliki tingkat kesukaran yang tepat?
3)                    Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan?
4)                    Apakah pilihan jawabannya efektif?
Selain itu, data hasil analisis butir soal juga sangat bermanfaat sebagai dasar untuk:
1)                  Diskusi tentang efisien hasil tes,
2)                  Kerja remedial
3)                  Peningkatan secara umum pembelajaran di kelas,
4)                  Peningkatan keterampilan pada kontruksi tes.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal memberikan manfaat:
1)                    Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik,
2)                    Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu, tingkat kesukaran, daya pembeda dan pengecoh soal,
3)                    Merevisi soal yang tidak relevan degan materi yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.

E.                  Kriteria Kualitas Butir Soal
Berdasarkan uraian di atas, menurut pandangan teori tes klasik secara empiris mutu butir soal ditentukan oleh statistik butir soal yang meliputi : tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor. Menurut statistik butir, kualitas butir soal secara keseluruhan  dapat dikategorikan sebagai berikut :
Klasifikasi Kualitas Butir Soal
Kategori Kriteria Penilaian
Baik Apabila
(1). Tingkat kesukaran 0,25  ≤ p ≤ 0,75.
(2). Korelasi biserial butir soal ≥ 0,40 dan
(3). Korelasi biserial alternatif jawaban (distraktor) bernialai negatif.
Revisi Apabila
(1). Tingkat kesukaran p < 0,25 atau p > 0,75 tetapi korelasi biserial butir ≥ 0,40 dan korelasi biserial distraktor bernilai negatif.
(2). Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75 dan korelasi biserial butir soal ≥ 0,40 tetapi ada korelasi biserial pada distraktor yang bernilai positif
 (3). Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75 dan korelasi biserial butir soal antara 0,20 sampai 0,30 tetapi korelasi distraktor bernilai negatif selain kunci atau tidak ada yang lebih besar nilainya dari kunci jawaban.
Tidak baik Apabila
(1). Tingkat kesukaran p < 0,25 atau p > 0,75 dan ada korelasi biserial pada distraktor bernilai positif
 (2). Korelasi biserial butir soal < 0,20, (3). Korelasi biserial butir soal < 0,30 dan korelasi biserial distraktor bernilai positif.10

F .   Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu hal yang sangat penting pada alat pengukuran standar. Reliabilitas dihubungkan dengan pengertian adanya ketepatan tes dalam pengukurannya. Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh peserta tes yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari suatu pengukuran ke pengukuran lainnya. Dengan kata lain reliabilitas merupakan tingkat konsistensi atau kemantapan hasil terhadap hasil dua pengukuran hal yang sama. Dapat juga diartikan sebagai tingkat kepercayaan dari
suatu alat ukur (Depdikbud : 1997). Hasil pengukuran diharapkan akan sama apabila pengukuran itu diulangi. Dengan perangkat tes yang reliabel, apabila tes itu diberikan dua kali pada peserta yang sama tetapi dalam selang waktu yang berbeda sepanjang tidak ada perubahan dalam kemampuan maka skor yang diperoleh akan konstan. Kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya reliabilitas sebuah perangkat tes, menurut (Suharsimi Arikunto : 2001) dilihat pada rentangan  koefesien korelasi sebagai berikut :
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Tes
Kategori Reliabilitas Tes Nilai Koefesien Korelasi
1)             Sangat Tinggi 0,800  –  1,000
2)             Tinggi 0,600  –  0,799
3)             Cukup 0,400  –  0,599
4)             Rendah 0,200  –  0,399
5)             Sangat Rendah 0,000  –  0,199




Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)