Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Konsep Teori POSBINDU (Pos Pembinaan Terpadu) Lansia


Konsep Teori POSBINDU (Pos Pembinaan Terpadu) Lansia
 
A.    Pengertian Posbindu
Posbindu Lansia adalah pos pembinaan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posbindu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
Posbindu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum.
Jadi, Posbindu lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di desa-desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya bagi warga yang sudah berusia lanjut.

B.     Tujuan Posbindu Lansia
Menurut Erfandi (2008), Tujuan Posbindu Lansia secara garis besar adalah :
1)      Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
2)      Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

C.    Manfaat Posbindu Lansia
Manfaat dari posbindu lansia adalahpengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posbindu lansia sehingga lebih percaya diri dihari tuanya.

D.    Sasaran Posbindu Lansia
Sasaran posbindu lansia adalah :
1)      Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).
2)      Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas.

E.     Kegiatan Posbindu Lansia
Bentuk pelayanan pada posbindu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah kesehatan yang dialami.
Beberapa kegiatan pada posbindu lansia adalah :
1)      Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
2)      Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta    penghitungan denyut nadi selama satu menit.
3)      Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes melitus).
4)      Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
5)      Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.
6)      Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia lanjut.
Selain itu banyak juga posbindu lansia yang mengadakan kegiatan tambahan seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajinan ataupun kegiatan silahturahmi antar lansia.Kegiatan seperti ini tergantung dari kreasi kader posbindu yang bertujuan untuk membuat lansia beraktivitas kembali dan berdisiplin diri.

F.     Masalah Kesehatan pada Lansia
Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti sel serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dr. Purma Siburian Sp PD, pemerhati masalah kesehatan pada lansia menyatakan bahwa ada 14 yang menjadi masalah kesehatan pada lansia, yaitu :
1.      Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa dan faktor lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf dan penyakit jantung.
2.      Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor intrinsik (yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses menua, penyakit maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya akan timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang akan membatasi pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan psikologik berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjadi.
3.      Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan frekuensinya sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal ini akan membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.
4.      Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari.
5.      Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
6.      Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalencence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi, penyembuhan dan kulit), merupakan akibat dari proses menua dimana semua panca indera berkurang fungsinya, demikian juga pada otak, saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk berbicara, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan  mudah rusak dengan trauma yang minimal.
7.      Impaction (konstipasi=sulit buang air besar), sebagai akibat dari kurangnya gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, dan lainnya.
8.      Isolation (depresi), akibat perubahan sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi yang muncul adalah depresi yang terselubung, dimana yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pecernaan, dan lain-lain.
9.      Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat), terutama karena kemiskinan, gangguan panca indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan, dan lainnya.
10.  Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka kemampuan tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semakin berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka tidak akan mempunyai penghasilan.
11.  Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia yang mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan dalam waktu yang lama, jika tanpa pengawasan dokter maka akan menyebabkan timbulnya penyakit akibat obat-obatan.
12.  Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana mereka mengalami sulit untuk masuk dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika terbangun susah tidur kembali, terbangun pada dini hari, lesu setelah bangun di pagi hari.
13.  Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu akibat dari proses menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat dari penyakit menahun, kurang gizi dan lainnya.
14.  Impotence (impotensi), merupakan ketidak mampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan. Hal ini disebabkan karena terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah, baik karena proses menua atau penyakit.
Data penyakit lansia di Indonesia (umumnya pada lansia berusia lebih dari 55 tahun) adalah sebagai berikut:
a.       Penyakit Cardiovascular
b.      Penyakit otot dan persendian
c.       Bronchitis, asma dan penyakit respirasi lainnya
d.      Penyakit pada mulut, gigi dan saluran cerna
e.       Penyakit syaraf
f.       Infeksi kulit
g.      Malaria
h.      Lain-lain

G.    Penilaian Keberhasilam Upaya Pembinaan Lansia melalui Posbindu Lansia
Menurut Henniwati, penilaian keberhasilan pembinaan lansia melalui kegiatan pelayanan kesehatan di posbindu, dilakukan dengan menggunakan data pencatatan, pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari :
1.      Meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah orang masyarakat lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya
2.      Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah atau swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia
3.      Berkembangnya jenis pelayanan konseling pada lembaga
4.      Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia
5.      Penurunan daya kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia

H.    Faktor – faktor Permasalahan pada Posbindu Lansia
Kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan posbindu lansia, antara lain:
1.      Umumnya lansia tidak mengetahui keberadaan dan manfaat dari posbindu lansia.
2.      Jarak rumah dengan lokasi posbindu lansia jauh atau sulit dijangkau. Jarak posbindu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posbindu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posbindu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia.
3.      Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posbindu lansia. Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posbindu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posbindu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posbindu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.
Keluarga, bagi lansia merupakan sumber kepuasan. Data yang diambil oleh Henniwati (2008)  terhadap lansia berusia 50, 60 dan 70 tahun di Kelurahan Jambangan, menyatakan mereka ingin tinggal ditengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lansia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek dan nenek, akan tetapi keluarga juga dapat menjadi frustasi bagi lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lansia dengan anak atau cucu, dimana perbedaan faktor generasi memegang peranan.13
Ada juga lansia yang mempunyai kemandirian yang tinggi untuk hidup sendiri karena keinginan untuk hidup tanpa merepotkan orang lain.13
4.      Sikap yang kurang baik terhadap petugas posbindu. Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posbindu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posbindu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respon.
5.      Posbindu Lansia.
Petugas kesehatan harus mampu berkomunikasi dengan efektif, baik dengan individu atau kelompok maupun masyarakat, petugas kesehatan juga harus dapat membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan posbindu, serta untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan lansia pada hari buka posbindu yaitu penimbangan, pengukuran tekanan darah, pencatatan/ pengisian KMS, penyuluhan dan pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya dan pemberian PMT, serta dapat melakukan rujukan jika diperlukan
Untuk meningkatkan citra petugas kesehatan, maka harus dipehatikan  dalam hal sebagai berikut:
a)      Meningkatkan kualitas diri sebagai seorang yang dianggap masyarakat, yang dapat memberi informasi terkini tentang kesehatan.
b)      Melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai dalam pelayanan di Posbindu.
c)      Membuat kesan pertama yang baik dan memperhatikan citra yang positif.
d)     Menetapkan dan memutuskan perhatian secara cermat pada kebutuhan masyarakat.
e)      Menampilkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri.
f)       Mendorong keinginan masyarakat untuk datang ke Posbindu.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)