MAKALAH PANDANGAN
AGAMA TERHADAP BAYI TABUNG
Bayi tabung atau
pembuahan in vitro (bahasa inggris in vitro fertilisation) adalah sebuah
tekhnik pembuatan dimana sel telur (ovum) dibuahi dilur tubuh wanita. Bayi
tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A. Latar
Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................................. 1
C.
Tujuan penulisan............................................................................................... 1
BAB
II Bayi
Tabung Menurut Ajaran Agama Islam.............................................. 2
A. Pengertian......................................................................................................... 2
B. Cara
Pandang Islam terhadap Bayi Tabung..................................................... 9
C. Bayi
Tabung dari sudut pandang hukum perdata Indonesia.......................... 10
D. Proses
Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)....................................................... 11
E. Bayi
Tabung Menurut Ajaran Non Muslim.................................................... 12
BAB
III PENUTUP.................................................................................................... 14
A. Kesimpulan..................................................................................................... 14
B. Saran............................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bayi tabung atau pembuahan in vitro
(bahasa inggris in vitro fertilisation) adalah sebuah tekhnik pembuatan dimana sel
telur (ovum) dibuahi dilur tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode
untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Peruses
terdiri dari pengendalian proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur
dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
B.
Rumusan
Masalah
1) Apa
pengertian Bayi Tabung (Inseminasi)?
2) Bagaimana
cara pandang agama islam terhadap bayi tabung?
3) Bagaimana
bayi tabung dari sudut pandang hukum perdata Indonesia?
4) Bagaimana
Bayi tabung menurut ajaran Non Muslim?
5) Bagaimana
proses inseminasi buatan (bayi tabung)?
C.
Tujuan
Penulisan
Pada
umumnya tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk berbagi pengetahuan
tentang tema yang akan kami paparkan yaitu tentang bayi tabung menurut ajaran
agama islam yang mungkin sangat berguna bagi individu yang berprofesi di bidang
kesehatan khususnya.
BAB II
BAYI
TABUNG MENURUT AJARAN AGAMA ISLAM
A. Pengertian
Bayi tabung
adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita,atau sering
di sebut in vitro vertilization (IVF). Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel
telur yang sudahmatang di ambil dari indung telur lalu dibuahi dengan sperma di
dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embrio kecil yang terjadi
dimasukan kedalam rahimdengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.
Ajaran
syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan
untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian
halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan
filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian
reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah
telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6)
Artinya: Karena
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan.
termasuk
kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan
ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka
bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Teknologi
bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang
pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan
biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan
terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang
tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak
negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan
pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan
teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di
masyarakat.
Seorang
pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine, DR.
Andrew Weil sangat meresahkan dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi
kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami
konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur
Leonard Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University
of Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek
teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt
dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang
spesialisasi paada 1960 –an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah
ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan
teknologi reproduksi.
Inseminasi buatan ialah
pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse).
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia
kedokteran, antara lain adalah: Pertama; Fertilazation in Vitro (FIV) dengan
cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung),
dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri. Kedua; Gamet
Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,
dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur
(tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa
membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan
seksual.
Masalah
inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer
ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau
masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai
metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar
dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah
inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh
para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan,
agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan
mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan
etika.
Masalah
inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan
Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih
Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan
sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal
1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam
sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau
ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari
isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan
buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena
dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua
IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan
bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima
bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri
sendiri.
Dengan
demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus
diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau
ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian
disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara
pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam
rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut
benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri
tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu
manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan
seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma
dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang
dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor
ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70
Artinya: Dan
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.
Maksudnya:
Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di
lautan untuk memperoleh penghidupan.
Dan QS. At-Tin:4.
Artinya: Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Kedua
ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk
yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan
lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya
manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama
manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang
diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma)
pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan
dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan
hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan
seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda
pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah
boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan
Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah
inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa
hukumnya dari mereka.
Hadits
ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada
manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab
bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa
berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45
Artinya: Dan
Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan
itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki
sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan Al-Thariq:6.
Artinya: Dia
diciptakan dari air yang dipancarkan,
Dalil lain untuk syarat kehalalan
inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang
sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah
muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus
didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi
buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan
mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah
membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk
mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun
mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam
sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab
itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau
hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama
dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita
tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa
menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
5. Bayi tabung lahir tanpa melalui
proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan
yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya
sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS.
Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun
mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum
menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil
prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi
pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya
memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat
dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat
lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup
dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya
pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan
antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak
mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak
sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Sedangkan hukum inseminasi buatan pada hewan dan hasilnya sebagaimana yang
sering orang lakukan juga harus diddudukkanmasalahnya. Pada umumnya, hewan baik
yang hidup di darat, air dan udara, adalah halal dimakan dan dapat dimanfaatkan
oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, kecuali beberapa jenis makanan/hewan
yang dilarang dengan jelas oleh agama.
Kehalalan hewan pada umumnya dan
hewan ternak pada khususnya adalah berdasarkan firman Allah dalam Surat
Al-Baqarah:29, yang menyatakan bahwa semua yang ada di planet bumi ini untuk
kesejahteraan manusia. Dan juga surat Al-Maidah:2, yang menyatakan bahwa semua
hewan ternak dihalalkan kecuali yang tersebut dalam Al-An’am:145, An-Nahl:115,
Al-Baqoroh:173 dan Al-Maidah:3. Ketiga surat dan ayat yang pertama tersebut
hanya mengharamkan 4 jenis makanan saja, yaitu bangkai, darah, babi dan hewan
yang disembelih tanpa menyebut nama Allah. Sedangkan surat dan ayat yang
disebut terakhir mengharamkan 10 jenis makanan, yaitu 4 macam makanan yang
tersebut di atas ditambah 6, yakni: 1. Hewan yang mati tercekik, 2. Yang mati
dipukul, 3. Yang mati terjatuh, 4. Yang mati ditanduk, 5. Yang mati diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat disembelih dan 6. Yang disembelih untuk
disajikan pada berhala.
Mengenai hewan yang halal dan yang
haram, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu:
a) Ulama yang hanya mengharamkan 10
macam makanan/hewan yang tersebut dalam Al-Maidah:3, sebab ayat ini termasuk wahyu
terakhir yang turun. Mahmud Syaltut, mantan Rektor Univ. Al-Azhar mendukung
pendapat ini.
b) Ulama hadits menambah beberapa
larangan berdasarkan hadits Nabi, yaitu antara lain: semua binatang buas yang
bertaring, semua burung yang berkuku tajam, keledai peliharaan/jinak dan
peranakan kuda dengan keledai (bighal).
c) Ulama fiqih/mazhab menambah daftar
sejumlah hewan yang haram dimakan berdasarkan ijtihad, yaitu antara lain: semua
jenis anjing termasuk anjing hutan dan anjing laut, rubah, gajah, musang/garangan,
burung undan, rajawali, gagak, buaya, tawon, semua jenis ulat dan serangga.
d) Rasyid Ridha, pengaran Tafsir
Al-Manar berpendapat bahwa yang tidak jelas halal/haramnya berdasarkan nash
Al-Qur’an itu ada dua macam: 1. semua jenis hewan yang baik, bersih dan
enak/lezat (thayyib) adalah halal. 2. Semua hewan yang jelek, kotor dan
menjijikan adalah haram. Namun kriteria baik, bersih, enak, menarik atau kotor,
jelek dan menjijikan tidak ada kesepakatan ulama di dalamnya. Apakah tergantung
selera dan watak masing-masing orang atau menurut ukuran yang umum.
Mengembangbiakkan dan pembibitan
semua jenis hewan yang halal diperbolehkan oleh Islam, baik dengan jalan
inseminasi alami (natural insemination) maupun inseminasi buatan (artificial
insemination). Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
Pertama; Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah
Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan
buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar
tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah
hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan,
kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau
inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan
pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan
untuk kesejahteraan umat manusia.
(QS. Qaaf:9-11)
Artinya: Dan
Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan
air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang
tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun,untuk menjadi rezki
bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati
(kering). seperti Itulah terjadinya kebangkitan.(QS. Qaaf:9-11)
(Q.S An-Nahl:5-8).
Artinya: Dan
Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. dan
kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke
kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. dan ia memikul
beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya,
melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan (dia telah
menciptakan) kuda, bagal[820] dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak
mengetahuinya.
(Q.S An-Nahl:5-8).
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu
fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala
sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak
dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada
hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Namun
mengingat risalah Islam tidak hanya mengajak umat manusia untuk beriman,
beribadah dan bermuamalah di masyarakat yang baik (berlaku ihsan) sesuai dengan
tuntunan Islam, tetapi Islam juga mengajak manusia untuk berakhlak yang baik
terhadap Tuhan, sesama manusia dan sesama makhluk termasuk hewan dan lingkungan
hidup, maka patut dipersoalkan dan direnungkan, apakah melakukan inseminasi
buatan pada hewan pejantan dan betina secara terus menerus dan permanen sepanjang
hidupnya secara moral dapat dibenarkan? Sebab hewan juga makhluk hidup seperti
manusia, mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna memenuhi insting
seksualnya, mencari kepuasan (sexual pleasure) dan melestarikan jenisnya di
dunia.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa mengembangbiakkan semua jenis hewan
yang halal (yang hidup di darat, air dan terbang bebas di udara) diperbolehkan
Islam, baik untuk dimakan maupun untuk kesejahteraan manusia. Pengembangbiakan
boleh dilakukan dengan inseminasi alami maupun dengan inseminasi buatan.
Inseminasi buatan pada hewan tersebut hendaknya dilakukan dengan memperhatikan
nilai moral Islami sebagaimana proses bayi tabung pada manusia tetap harus
menjunjung tinggi etika dan kaedah-kaedah syariah.
B.
CARA
PANDANG ISLAM TERHADAP BAYI TABUNG
Proses pembuahan dengan metode bayi
tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan
upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri.
Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang
alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri
dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di
dalamnya.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi
dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan
fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami
ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran
indung telur (tuba Fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat
diatasi dengan cara membukanya atau mengobatinya. Atau karena sel sperma suami
lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur,
serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau
mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur
di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk
berbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendorong hal tersebut dan
kaum muslimin pun telah disunnahkan melakukannya.
Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan
suatu upaya medis agar pembuahan antara sel sperma suami dengan sel telur
isteri dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami
dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mempunyai
kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi
itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim isteri. Dengan
demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat
dilahirkan bayi secara normal.
Proses seperti ini merupakan upaya medis
untuk mengatasi kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’.
Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh
Islam, yaitu kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan salah satu tujuan
dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah
bersabda : “Menikahlah kalian dengan
perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan
berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat
nanti.”(HR. Ahmad) Diriwayatkan dari
Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda : “Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang
subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian
pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)
Dengan demikian jika upaya pengobatan
untuk mengusahakan pembuahan dan kelahiran alami telah dilakukan dan ternyata
tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadinya pembuahan di
luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel telur yang telah terbuahi oleh sel
sperma suami dikembalikan ke tempatnya yang alami di dalam rahim isteri agar
terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab berobat
hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu proses tersebut akan dapat
mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya kelahiran dan
berbanyak anak.
Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan
terjadinya pembuahan yang tidak alami tersebut hendaknya tidak ditempuh,
kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terjadinya pembuahan alami
dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinya. Dalam
proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut,
disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan
sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus
diletakkan pada rahim isteri.
Hukumnya haram bila sel telur isteri
yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri,
atau apa yang disebut sebagai ―ibu pengganti (surrogate
mother). Begitu pula haram hukumnya bila
proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan
sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya
diletakkan dalam rahim isteri. Demikian pula haram hukumnya bila proses
pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur
isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim
isteri.
Ketiga bentuk proses di atas tidak
dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan
penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA
bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an : “Siapa
saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan
dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan
Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki
yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah
akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan
orang-orang yang terdahulu dan kemudian
(pada Hari Kiamat nanti).”(HR. Ad Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia
mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “Siapa saja yang menghubungkan
nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan
(loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah,
para malaikat, dan seluruh manusia.”(HR. Ibnu Majah)
Ketiga bentuk proses di atas mirip
dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya
tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan
perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina
(hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir, yang besarnya
diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli). ta’zir adalah sanksi syar’i
terhadap suatu perbuatan maksiat yang tidak ada had(ketentuan jenis dan kadar
sanksi) dan kaffarah (tebusan) padanya.
C.
Bayi
Tabung Dari Sudut Pandang Hukum Perdata Indonesia
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam
dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-tro yaitu pembuahan sel
telur oleh sel spermadi dalam tabung yang dilakukan oleh petugas medis.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik
menempatkan seperma di dalam vagina wanita,pertama kali berhasil di peraktekan
pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya
teknik pengawetan sperma. Sperma dapat bertahan hidup lama bila dibungkus dalam
gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat
Farhenhit.
Pada mulanya program pelayanan ini
bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki
keturunan secara alamiah disebabkan tuba folopii istrinya mengalami kerusakan
yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program
ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya
yang menebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia
Dalam Kancah Isu Lingkingan Global”, dengan tambahan dan keterangan dari Drs.
Muhammad Djumhara, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan
hikmah, ia dapat membantu pasangan suami istri tetapi karena suatu gangguan pada
organ produksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur
isi dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi
ditanaman dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro
dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan ginetik suami
istri.
Akan tetapi sering perkembangannya,
mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua
pihak karena tujuan yang “mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang kontra
dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal
dari dunia kedokteran dan mereka yang kotra berasal dari kalangan alim ulama.
Tulisan ini tidak akan membahas mengenai pro kontra yang ada tetapi akan
membahas mengenai aspek hokum perdata yang menekankan pada setatus hukum dari
si anak dan segala akibat yang mengikutinya.
D.
Proses
Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Permasalahan
Hukum Perdata yang Timbul Dalam Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Intreminasi
buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur dating
dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat
menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuatan tersebut diambil dari orang
yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul diantara lain adalah :
1. Bagaimanakan
status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?
2. Bagaimanakah
hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia
mempunyai hak mewaris?
3. Bagaimana
hubungan perdata bayi tersebut dengan sorogate mother-nya (dalam kasus terjadi
penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak waris?
E.
Bayi
Tabung Menurut Ajaran Non Muslim
- Pada saat sel telur dibuahi oleh sperma, maka kehidupan
manusia dimulai. Sel telur yang dibuahi disebut zygote, dan pada saat
zygote itu bertumbuh, disebut embryo. Pada tahap lanjut, embryo disebut
sebagai fetus. Jadi istilah zygote, embryo dan fetus itu sebenarnya
menjabarkan tahap-tahap perkembangan anak; sehingga ketiga istilah itu
adalah nama lain dari bayi.
- In-vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung itu
menjelaskan proses pembuahan itu. In-vitro artinya ‘di dalam gelas/
tabung’, sehingga artinya proses pembuahan sel telur oleh sperma dilakukan
di dalam tabung. Di dalam tabung ini pula embryo diberi zat-zat makanan
sampai saatnya ia dimasukkan di dalam rahim sang wanita. Proses pemindahan
ini disebut embryo transfer (ET). Sel- sel telur diambil dari ibunya
dengan laparascopy, sedangkan sperma diambil dengan cara masturbasi.
Umumnya sel-sel telur ini dibuahi, dan dipilih yang paling sehat; dan
embryo itu yang dimasukkan kedalam rahim wanita itu. Sedangkan sel-sel
embryo yang tidak sehat itu dibuang, (ini adalah aborsi!). Kadang sel
telur yang dibuahi dimasukkan ke dalam freezer, untuk dipakai di waktu
mendatang. IVF dan ET dilakukan jika sang wanita tidak dapat mengadung
dengan cara yang normal, atau kalau ia tidak dapat mengandung karena
alasan kesehatan, dan karenanya meminta seorang wanita lain untuk
mengandung anaknya (ibu angkat).
Melihat penjabaran ini, maka kita
dapat melihat bahwa praktek IVF /bayi tabung dan ET itu tidak sesuai dengan
ajaran Gereja Katolik, karena beberapa alasan:
- Umumnya IVF melibatkan aborsi, karena embryo
yang tidak berguna dihancurkan/ dibuang.
- IVF adalah percobaan yang tidak mempertimbangkan
harkat sang bayi sebagai manusia, melainkan hanya untuk memenuhi
keinginan orang tua. Bayangkan bagaimana embryo tersebut dibekukan/ ‘frozen’.
- Pengambilan sperma dilakukan dengan masturbasi. Masturbasi
selalu dianggap sebagai perbuatan dosa, dan tidak pernah dibenarkan. KGK
2352 menyebutkan:
“Masturbasi adalah rangsangan alat-alat kelamin yang disengaja dengan
tujuan membangkitkan kenikmatan seksual. “Kenyataan ialah bahwa, baik
Wewenang Mengajar Gereja dalam tradisinya yang panjang dan tetap sama
maupun perasaan susila umat beriman tidak pernah meragukan, untuk mencap
masturbasi sebagai satu tindakan yang sangat bertentangan dengan ketertiban”,
karena penggunaan kekuatan seksual dengan sengaja, dengan motif apa pun
itu dilakukan, di luar hubungan suami isteri yang normal, bertentangan
dengan hakikat tujuannya”.
- Persatuan sel telur dan sperma dilakukan di luar
hubungan suami istri yang normal. IVF/ bayi tabung jelas meniadakan
aspek ‘persatuan/ union’ antara suami dengan istri. Aspek pro-creation
juga disalah gunakan, karena dilakukan secara tidak normal. Jadi kedua
aspek hubungan suami istri yang disebutkan dalam Humanae Vitae
12, tidak dipenuhi dengan normal.
- Praktek IVF atau bayi tabung menghilangkan hak sang
anak untuk dikandung dengan normal, melalui hubungan perkawinan suami
istri. Jika melibatkan ‘ibu angkat’, ini juga berarti menghilangkan haknya
untuk dikandung oleh ibunya yang asli.
Mungkin, yang paling jelas adalah
ajaran Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya Evangelium
Vitae 14/ The Gospel of Life yang mengatakan demikian:
“Bermacam teknik reproduksi buatan [seperti
bayi tabung] yang kelihatannya seolah mendukung kehidupan, dan yang sering
dilakukan untuk maksud demikian, sesungguhnya membuka pintu ancaman terhadap
kehidupan. Terpisah dari kenyataan bahwa hal tersebut tidak dapat diterima
secara moral, karena hal itu memisahkan pro-creation dari konteks hubungan suani
istri, teknik-teknik yang demikian mempunyai tingkat kegagalan yang cukup
tinggi: tidak hanya dalam hal pembuahan (fertilisasi) tetapi juga dari segi
perkembangan embryo, yang mempunyai tingkat resiko kematian yang tinggi,
umumnya di dalam jangka waktu yang pendek. Lagipula, jumlah embryo yang
dihasilkan sering lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk implantasi ke
dalam rahim wanita itu, dan “spare-embryo” [embryo cadangan] ini lalu
dihancurkan atau digunakan untuk penelitian yang dengan dalih ilmu pengetahuan
atau kemajuan ilmu kedokteran, pada dasarnya merendahkan kehidupan manusia pada
tingkat “materi biologis” semata yang dapat dibuang begitu saja.“
Maka kita mengetahui bayi tabung/
IVF yang merupakan teknik reproduksi buatan bertentangan dengan ajaran
Gereja Katolik.
Memang, mungkin para pasangan yang
tidak dapat mengandung anak secara normal mengalami kenyataan yang cukup
menyakitkan. Jika mereka sungguh merindukan kehadiran anak-anak di tengah
mereka, mungkin adopsi anak adalah jalan keluarnya. Memang kerinduan untuk
membesarkan anak adalah suatu keinginan yang mulia, namun kita harus tetap
berpegang bahwa tujuan yang baik (mempunyai anak) itu harus tidak diperoleh
dengan jalan yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan, seperti IVF/ bayi tabung.
Kasus Inseminasi Buatan
di Amerika Serikat
Mary Beth Whitehead sebagai ibu
pengganti (surrogate mother) yang berpropesi sebagai pekerja kehamilan dari
pasangan William dan Elizabeth Stern
pada akhir tugasnya memutuskan untuk mempertahankan anak yang dilahirkannya itu
timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh pengadilan New Jersey,
ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya,
sementara Mrs. Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak untuk mengunjungi
anak tersebut.
Negara Lain
Negara yang berlaku hukum islam sebagai
hukum negaranya,tidak diperbolehkan dilakukan inseminasi buatan dengan donor
dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan
dengan donor. Sedangkan di Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7
Desember 1972 melarang semua jenis inseminasi buatan. Larangan terhdap
inseminasi buatan denganseperma suami berdasarkan pada permis bahwa hal itu
sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan tuhan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa bayi
tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita,atau
sering di sebut in vitro vertilization (IVF). Dalam proses bayi tabung atau
IVF, sel telur yang sudahmatang di ambil dari indung telur lalu dibuahi dengan
sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embrio kecil yang
terjadi dimasukan kedalam rahimdengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.
Ajaran
syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan
untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian
halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan
filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian
reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah
telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6)
Artinya: Karena
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.
B.
Saran
Dengan tersusunnya makalah ini penulis
mohon maaf apabila trdapat banyak kesalahan,dan kami berharap supaya pembaca
bisa memberikan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan penyusunan makalah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Penerbit :
Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, 48 hal.Penerjemah : Sigit
Purnawan Jati, S.Si.Penyunting : Muhammad Shiddiq Al Jawi
Comments
Post a Comment