Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Skizofrenia dan Skizofrenia Residual


Makalah Skizofrenia dan Skizofrenia Residual



1.      Pengertian  Skizofrenia dan Skizofrenia Residual 
a.      Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu memiliki realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (Self Insight) buruk (Hawari, 2007).

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungngan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart & Sundeen, 2007).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi dan berprilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Keliat, 2006).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa skizofrenia adalah gangguan psikotik yang mempengaruhi fungsi berfikir, berkomunikasi, menilai realitas dan persepsi seseorang.

b.      Skizofrenia Residual  
Skizofrenia Residual merupakan keadaan schizofenia yang ciri-ciri utamanya adalah tidak ada gejala akut saat ini melainkan terjadi dimasa lalu dan dapat terjadi gejala-gejala negatif seperti isolasi sosial yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran (Nursalam, 2008).
Skizofrenia Residual adalah  keadaan Schizophrenia dengan gejala-gejala gangguan proses pikir, kemauan emosianal tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala skunder, keadaan ini timbul sesudah beberap kali (Nursalam, 2008).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia residual adalah stadium kronik ditandai dengan gejala-gejala negatif seperti isolasi sosial, menarik diri, dan gangguan fungsi peran. Sikap apatis, respon emosional yang menumpul atau tidak wajar biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial.
2.      Jenis-Jenis Skizofrenia
a.       Skizofrenia Residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi (inappropriate), penarikan diri dari pergaulan sosial, tingkah laku yang eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran (Hawari, 2007)


b.      Skizofrenia Katatonik
Ciri utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor yang melibatkan imobilisasi atau justru aktivitas yang berlebihan gejala yang timbul diantaranya adalah stupor katatonik, mematung atau diam membisu, negativisme, perlawanan tanpa motif terhadap semua perintah, katatonik excitement, melibatkan agitasi yang ekstrim (Damaiyanti, 2012).
c.       Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia hebefrenik adalah skizofrenia dengan ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar/tidak tepat, gangguan asosiasi, mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan higiene dan penampilan diri. Awitan biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilaku regresif dengan interaksi sosial dan kontak dengan realitas yang buruk (Damaiyanti, 2012).
d.      Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid adalah skizofrenia yang ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran, Individu dapat penuh curiga, argumentative, kasar dan negatif, Perilaku kurang agresif, kerusakan sosial lebih sedikit dan prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis yang lain (Damaiyanti, 2012)



3.      Etiologi Skizofrenia
Penyebab pasti dari skizofrenia masih belum jelas. Konsensus umum saat ini adalah bahwa gangguan ini disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara berbagai faktor. Faktor yang telah dipelajari dan diimplementasikan meliputi:
a.       Predisposisi genetika
Meskipun genetika merupakan faktor resiko yang signifikan, belum ada penanda genetika tunggal yang diidentifikasi, kemungkinan melibatkan berbagai gen penelitian telah berfokus pada kromosom 6, 13, 18 dan 22. resiko terjangkit skizofrenia bila gangguan ini berada dalam keluarga adalah sebagi berikut :
1)      Satu orang tua terkena risiko 12% sampai 15%.
2)      Kedua orang tua terkena penyakit ini risiko 35% sampai 39%.
3)      Saudara sekandung yang terkena risiko 8% sampai 10%.
4)      Kembar dizigotik yang terkena risiko 15%.
5)      Kembar monozigotik yang terkena risiko 50%.
b.      Abnormalitas perkembangan saraf
Penelitian menunjukan bahwa malformasi janin minor yang terjadi pada awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari skizofrenia. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan saraf dengan diidentifikasi sebagai risiko yang terus bertambah meliputi:
1)      Individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua.
2)      Individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan.
3)      Penganiayaan atau trauma dimasa bayi atau masa kanak-kanak awal.
c.       Abnormalitas struktur otak
Pada beberapa sub kelompok penderita skizofrenia, teknik pencitraan otak (CT, MRI dan PET) telah menunjukan adanya abnormalitas pada struktur otak meliputi:
1)      Pembesaran ventrikel.
2)      Penurunan aliran darah kortikal, terutama dikorteks prefrontal.
3)      Penurunan aktifitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu.
4)      Atrofi serebri.
d.      Ketidakseimbangan neurokimia (neurotransmiter)
Dulu penelitian berfokus pada hipotesis dopamin, yang menyatakan bahwa aktivitas dopamin yang erlebihan dibagian kortikal otak, berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia, pentingnya neurotransmiter lain termasuk serotin, norepinefrin, glutamat. Obat psikotropik dapat mempengaruhi tempat reseptor neurotransmiter dan juga neurotransmiter itu sendiri.
e.       Proses psikososial dan lingkungan
1)      Teori perkembangan
Ahli teori seperti Freud, Sullifan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interprestasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan pada penderita skizofrenia.
2)      Teori keluarga
Teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya skizofrenia di validasi dengan penelitian. Bagian fungsi keluarga yang telah diimplikasikan dalam peningkatan angka kekambuhan individu yang skizofrenia adalah sangat mengekspresikan  emosi (high expressed emotion (HEE)). Keluarga dengan ciri ini dianggap terlalu ikut campur secara emosional, kasar dan krisis.
3)      Status sosial ekonomi
Hasil penelitian yang konsisten adalah hubungan yang kuat antara skizofrenia dan status sosial ekonomi yang rendah.
4)      Model kerentanan stres
Model interaksional yang menyatakan bahwa penderita skizofrenia mempunyai kerentanga genetik dan biologik terhadap skizofrenia. Kerentanan ini, bila disertai dengan pejanan stresor kehidupan, dapat menimbulkan gejala-gejala pada individu tersebut.
(Nursalam, 2009).
4.      Tanda dan Gejala Skizofrenia
Adapun gejala positif skizofrenia adalah sebagai berikut :
a.       Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun telah dibuktikan secara obhjektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
b.      Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinga padahal tidak ada sumber dari bisikan itu.
c.       Kekacauan alam fikir yang dapat dilihat dari isi pembicaraan, misalnya bicara kacau sehingga tidak dapat diikuti alur fikirnya.
d.      Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara dengan semangat, dan gembira berlebihan.
e.       Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu dan serba hebat.
f.       Fikiran yang penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
g.      Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada skizofrenia adalah :
a.       Alam perasaan (afek) tumpul dan datar ini dapat terlihat dari wajah yang tidak menunjukkan ekspresi.
b.      Menarik diri atau mengasingkan, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun.
c.       Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
d.      Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e.       Sulit dalam berfikit abstrak.
f.       Pola fikir stereotif.
g.      Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton serta tidak ingin apa-apa, dan serba malas atau kehilangan nafsu, (Hawari, 2007).
5.      Mekanisme Terjadinya Skizofrenia
Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia diperlukan pendekatan yang bersifat holistik, yaitu dari sudut organobiologik, psikodinamik, psikoreligius dan psikososial.
a.       Organobiologik
Pada penderita skizofrenia ditemukan perubahan-perubahan atau gangguan pada sistem transmisi sinyal penghantar safat (Neurotransmiter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (Neuron) dan interaksi zat neurokimia seperti dopamin dan serotonin yang ternyata mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang tampak dalam bentuk gejala-gejala skizofrenia.
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi, ternyata ditemukan juga perubahan pada anatomi otak penderita skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan-perubahan anatomi otak tersebut antara lain pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan dan atrofi otak kecil (Hawari, 2007).
b.      Psikodinamik
Mengapa seseorang jatuh sakit (menderita skizofrenia) sementara orang lain tidak ? Secara umum dan sederhana kejadian tersebut dapat diterangkan dengan menggunakan rumus :
I       : Individu, yaitu seseorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu, kepribadian yang rentan (Vulnerable personality) atau pun faktor genetik, yang kesemuanya itu merupakan faktor predisposisi yaitu kecenderungan untuk menjadi sakit.
S      : Situasi, yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan misalnya stresor psikososial.
R     : Reaksi, yaitu respons dari individu yang bersangkutan setelah mengalami situasi yang tidak mengenakan (tekanan mental) sehingga ia mengalami frustasi yang pada gilirannya menjadi jatuh sakit.
Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut psikoinamik dapat diterangkan dengan dua buah teori yaitu teori homeostatik-deskriptif (descriptive-homeostatic) dan fasilitatif-etiologik (etiological-facilitative).
Pada teori homeostatik-deskriptif diuraikan gambaran gejala-gejala (deskripsi) dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya homeostatik pada diri seseorang, sebelum dan sesudah terjadinya ganguan jiwa. Sedangkan pada teori fasilitatif-etiologik, diuraikan faktor-faktor yang memudahkan (fasilitasi) penyebab (etiologi) dari suatu penyakit, bagaimanan perjalanan penyakitnya dan penjelasan mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan (Hawari, 2007).


c.       Psikoreligius
Manusia adalah makhluk fitrah, sejak manusia lahir sudah dibekali dengan dorongan-dorongan atau nafsu. Tanpa adanya dorongan nafsu, maka manusia tidak akan dapat mempertahankan diri keberadaannya. Fitrah ke-Tuhan-an ini dalam istilah Freud disebut sebagai Super-Ego, dalam agama Islam dapat dianalogikan dengan Iman yang berfungsi sebagai pengendalian diri (Self Control).
Manusia melaksanakan kebutuhan-kebutuhan atau dorongan-dorongan dalam bentuk perbuatan, perilaku atau amal yang kesemuanya itu disebut sebagai akhlak. Dalam konsep Freud akhlak ini disebut Ego. Akhlak seseorang akan menjadi baik atau buruk tergantung dari hasil tarik menarik antara Nafsu dan Iman atau dengan kata lain antara Id dan Super-Ego. Hasil tarik menarik antara nafsu dan iman pada sebagian orang dapat menimbulkan konflik bathin dan apabila konflik ini tidak terselesaikan maka yang bersangkutan dapat jatuh sakit (Hawari, 2007)
d.      Psikososial
Situasi dan kondisi yang tidak kondusif dapat merupakan stresor psikososial, yang mana jika seseorang tidak mampu beradaftasi atau menganggulanginya akan timbullah keluhan-keluhan kejiwaan. Secara umum stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut :


1)      Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang di alami seseorang, misalnya pertengakaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain-lain.
2)      Problem Orang Tua
Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan tidak baik antara mertua, ipar, besan dan sebagainya.
3)      Hubungan Interpersonal
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, konflik dengan kekasih, konflik dengan rekan kerja dan sebagainya.
4)      Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan, pensiun (Post Power Syndrome), pekerjaan terlalu banyak, dan sebagainya.
5)      Lingkungan Hidup
Faktor lingkungan tidak hanya dilihat dari lingkungan itu bebas polusi, sampah dan lainnya tetapi terutama kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup, misalnya perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan, dan sebagainya. Rasa tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup.


6)      Keuangan
Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha dan lain sebagainya.
7)      Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, dan lain sebagainya.
8)      Perkembangan
Yang dimaksud dengan perkembangan disini adalah perkembangan baik fisik dan mental seseorang.
9)      Penyakit Fisik atau Cedera
Sumber stres yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang antara lain penyakit (terutama penyakit yang kronis), jantung, kanker, kecelakaan, operasi, aborsi dan sebagainya.
10)  Faktor Keluarga
Biasanya terjadi pada anak dan remaja yang disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik, misalnya hubungan orang tua yang dingin atau acuh tak acuh, kedua orang tua jarang dirumah, perceraian, dan orang tua yang mendidik anaknya kurang sabar, pemarah, keras dan otoriter.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengalami konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal (dunia dalam) dan konflik eksternal (dunia luar). Tidak semua orang mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga orang tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam, sebagai akibatnya yang bersangkutan mengalami gangguan jiwa (Hawari, 2007).
6.      Penatalaksanaan  Skizofrenia Residual
Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut (kronis). Oleh karena itu terapi pada schizophrenia memerlukan waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (Relapse). Terapi yang dilakukan pada pasien dengan skizofrenia diantaranya terapi dengan obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius.
a.       Psikofarmaka
Idealnya obat psikofarmaka dari berbagai jenis obat harus memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut  (Hawari, 2007) :
1)      Dosis rendah dengan efektivitas terapi relatif singkat.
2)      Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.
3)      Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif maupun gejala negatif skizofrenia.
4)      Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).
5)      Tidak menyebabkan kantuk.
6)      Memperbaiki pola tidur.
7)      Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.
8)      Tidak menyebabkan lemas otot.
9)      Jika mungkin pemakaiannya dosis tunggal.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang sering diberikan pada klien dengan ganggun jiwa menurut Damaiyanti antara lain :
1)      Clorpromazine (CPZ)
a)      Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak berkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
b)      Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca snapdiotik khususnya sistem eksttrapiramidal.
c)      Efek samping
Sedasi, gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung). Gangguan esttrapiramidal (distonia akut, akatshia sindroma parkinson tremor, bradikinesia rigiditas).
d)     Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
2)      Haloperidol (HP)
a)      Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b)      Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada reseptor paska sinaptik neuron diotak khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramidal.
c)      Efek ssamping
Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otomotik (antikolinergik, mulut kering dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
d)     Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.



3)      Tryhexyphenidyl (THD)
a)      Indikasi
Segala jenis penyakit parkinson, termasuk paska ensepalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya resepina dan fenotiazine.
b)      Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti deprresan trisiklik dan anti kolinergik lainnya.
c)      Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, tachkikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
d)     Kontra indikasi
Hypersensitif terhadap trihexyperidyl, glaukoma sudut sempit, psikosis berat, spikoneurosis, hypertropi prostat, dan obstruksi saluran cerna.
b.      Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita schizophrenia, baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan pemahaman diri (Insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Pengobatan dengan psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (Pramorbid). Ada beberapa macam pengobatan dengan psikoterapi ini, diantaranya :
1)      Psikoterapi Suportif
Psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya dalam menghadapai hidup ini tidak kendur dan menurun.
2)      Psikoterapi Re-Edukatif
Psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu yang lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.
3)      Psikoterapi Re-Konstruktif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
4)      Psikoterapi Kognitif
Psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak dan sebagainya (Discrimiative judgment).
5)      Psikoterapi Psiko-Dinamik
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri (Defense Mechanism) dengan baik.
6)      Psikoterapi Perilaku
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu (maladaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
7)      Psikoterapi Keluarga
Psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya. Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami mengenai gangguan jiwa schizophrenia dan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penderita.
Dari beberapa jenis psikoterapi diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian, mematangkan kepribadian (Maturing Personality), memperkuat ego (Ego Strengh), meningkatkan citra diri (Self Esteem), memulihkan kepercayaan diri (Self Confidence), yang semuanya itu untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (Meaningfulness of Life).
c.       Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumi obat psikofarmaka. Kepada penderita diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan serta banyak bergaul.
d.      Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan yang dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian Kitab Suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2007)

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)